Beranda Berita Nasional FINI: Indonesia harus Punya Standar ESG Nasional

FINI: Indonesia harus Punya Standar ESG Nasional

122
0
Ketua Forum Industri Nikel Indonesia (FINI), Arif Perdana Kusumah saat memberi tanggapan pada sesi panel, downstreaming Indonesia 's Nickel Production Global Battery Manufacturing. (Dok. MNI)
Ketua Forum Industri Nikel Indonesia (FINI), Arif Perdana Kusumah saat memberi tanggapan pada sesi panel, downstreaming Indonesia 's Nickel Production Global Battery Manufacturing. (Dok. MNI)
https://www.apni.or.id/pendaftaranTTM

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Industri nikel nasional masih menghadapi tantangan serius di bidang infrastruktur, sosial, dan tata kelola. Karenanya, Indonesia harus mempunyai standar environment, social, governance (ESG) sendiri yang sesuia dengan karakteristiknya.

Ketua Forum Industri Nikel Indonesia (FINI), Arif Perdana Kusumah, menekankan hal tersebut pada sesi panel bertema “Downstreaming Indonesia’s Nickel Producing Toward Global Battery Manufacturing” saat berlangsung Internatioal Battery Summit (IBS) 2025, di Jakarta, Selasa (5/8/2025).

“Indonesia harus memiliki standar ESG nasional. Proses pengolahan nikel di Indonesia berbeda dengan negara lain, sehingga dibutuhkan standar yang dapat diimplementasikan dengan mudah oleh pelaku industri,” ujar Arif.

https://www.heliexpoasia.co.id/?utm_id=Hexia25-MNI&utm_source=media
Sesi panel, downstreaming Indonesia 's Nickel Production Global Battery Manufacturing. (Dok. MNI)
Sesi panel, downstreaming Indonesia ‘s Nickel Production Global Battery Manufacturing. (Dok. MNI)

Ia juga juga menyoroti kondisi pasar nikel yang saat ini mengalami tekanan harga. Meski harga sedang rendah akibat kelebihan pasokan global, ia yakin hal ini bersifat sementara. Nikel tetap menjadi bahan baku unggulan untuk baterai kendaraan listrik karena keunggulan kinerjanya dibanding material lain seperti lithium ferro phosphate (LFP).

Oleh sebab itu, meski proyeksi harga nikel global berada di kisaran US$15.000 hingga US$16.000 per ton dalam dua tahun ke depan, menurutnya, masih layak bagi anggota FINI untuk berproduksi. Sejak 2020, harga nikel di London Metal Exchange (LME) telah turun hingga 46% dibanding harga lokal, sedangkan harga nikel Shanghai Metals Market (SMM) turun sekitar 35%.

“Untuk proyek besar, margin masih memungkinkan meski tidak setinggi sebelumnya. Namun, beberapa proyek, terutama perusahaan kecil, mulai menghadapi margin negatif,” jelasnya.

https://event.cnfeol.com/en/event/333

Terkait dukungan pemerintah, Arif menyebut sejumlah regulasi baru memberi angin segar bagi pelaku industri hilir, di antaranya adalah kebijakan harga listrik E40 yang 30–55% lebih murah dari E35, kenaikan harga dasar nikel domestik hingga 65% pada tahun ini, serta rencana penerapan Global Minimum Tax (GMT) pada 2026 yang akan menyesuaikan insentif tax holiday bagi investor.

“Sebagian perusahaan masih bisa bertahan, tapi banyak juga yang berada dalam situasi sulit. Dukungan kebijakan yang tepat akan sangat menentukan keberlanjutan hilirisasi nikel Indonesia,” pungkasnya. (Lili Handayani)