Beranda Nikel Eksplorasi Nikel Masih Luas, Badan Geologi Fokus Siapkan Cadangan Hilirisasi

Eksplorasi Nikel Masih Luas, Badan Geologi Fokus Siapkan Cadangan Hilirisasi

93
0
Kepala Badan Geologi Minerba Kementerian ESDM Muhammad Wafid di Gedung KESDM Jakarta, Selasa (22/7/2025)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Kepala Badan Geologi Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menyampaikan bahwa potensi cadangan nikel di Indonesia masih sangat besar dan belum seluruhnya dieksplorasi.

Hal ini diungkapkan usai acara Penyerahan Dokumen Pra-Studi Kelayakan Proyek Prioritas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional di Gedung Sekretariat Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Wafid menjelaskan bahwa eksplorasi mineral strategis, termasuk nikel, terus dilakukan oleh Badan Geologi guna mendukung program hilirisasi nasional.

“Kami melakukan kegiatan eksplorasi untuk nikel, timah, bauksit, hingga aluminium. Semuanya kami jalankan karena greenfield itu memang tanggung jawab badan geologi,” ujarnya kepada Wartawan Nikel.Co.Id.

Menurutnya, hilirisasi mineral hanya akan berhasil apabila pasokan bahan baku (feedstock) tersedia secara berkelanjutan. Oleh sebab itu, kegiatan eksplorasi menjadi krusial.

“Kalau kita tidak menyiapkan feedstock-nya, sama saja kita menghentikan pasokan. Padahal hilirisasi sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku dari hulu,” katanya.

Saat ini, Indonesia memiliki metalogenic belt sepanjang 15.000 kilometer, namun baru sekitar 7.000 kilometer yang dieksplorasi.

“Itu pun masih sebatas identifikasi awal, belum sampai tahap eksplorasi detail. Masih ada 8.000 kilometer lagi yang belum kita garap. Potensinya masih sangat besar,” ungkapnya.

Terkait wacana penambangan nikel di bawah laut, Wafid tidak menampik adanya potensi tersebut. Menurutnya, Indonesia telah melakukan survei mineral di wilayah laut (offshore), namun masih terbatas.

“Kami sedang mengembangkan identifikasi dan survei mineral di laut, tapi belum komprehensif karena keterbatasan anggaran dan teknologi,” jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa wilayah yang relatif mudah dijangkau seperti Paparan Sunda (Sundaland) menjadi prioritas, sedangkan wilayah dangkalan Sahul di bagian timur Indonesia memiliki tantangan lebih besar karena kedalaman dan kondisi geografisnya.

“Penambangan bawah laut memang tidak menutup kemungkinan karena belt mineral tidak hanya berhenti di daratan, tapi juga bisa berlanjut ke laut. Namun eksplorasinya membutuhkan teknologi tinggi, seperti pengambilan coring di laut dalam. Itu tantangan tersendiri yang harus kita kuasai,” pungkas Wafid. (Shiddiq)