Beranda Berita Nasional Energi dan SDM Jadi Tantangan Krusial Industri Nikel

Energi dan SDM Jadi Tantangan Krusial Industri Nikel

89
0
General Manager PT Antam Tbk. unit Bisnis Pertambangan Nikel Pomalaa, Muhidin, Rabu (17/7/2025)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Efisiensi energi dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) menjadi dua tantangan terbesar dalam proses penambangan hingga pemurnian nikel di Indonesia. Hal itu terungkap dalam diskusi kelompok terfokus (focus group discussion/FGD) bertema “Pengolahan dan Pemurnian Kegiatan Pertambangan” yang diselenggarakan Direktorat Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rabu (17/7/2025).

General Manager PT Antam Tbk. unit Bisnis Pertambangan Nikel Pomalaa, Muhidin, mengatakan bahwa energi merupakan komponen biaya terbesar dalam proses produksi nikel menjadi feronikel. Penggunaan energi yang tidak efisien berdampak signifikan terhadap struktur biaya produksi.

“Salah satu tantangan utama adalah bagaimana energi bisa digunakan seefisien mungkin. Kami tengah menjajaki penggunaan kembali energi panas dari proses hilir untuk pengeringan di hulu,” ujar Muhidin.

Selain energi, kompetensi tenaga kerja turut menjadi perhatian. Tingkat keahlian kru tambang berdampak langsung terhadap efisiensi operasi, mulai dari jadwal kerja hingga pergantian shift. Ini harus terus ditingkatkan.

Menurutnya, efisiensi operasional tambang juga ditentukan oleh infrastruktur jalan tambang dan manajemen alat berat. Antam melakukan dynamic road analysis untuk mengidentifikasi titik-titik yang perlu diperbaiki secara berkala.

“Kami juga fokus mengurangi waktu tunggu alat berat, terutama saat proses digging dan loading. Setiap alat punya kapasitas maksimal yang harus dioptimalkan, dan waktu stand-by harus ditekan,” jelasnya.

Tantangan lain adalah menurunnya kadar bijih nikel. Ia menyebut bahwa saat ini kadar bijih di bawah 2% menjadi hal yang umum, sementara pabrik dirancang untuk kadar lebih tinggi.

“Awalnya kita bangun pabrik untuk kadar 2,2% sampai 2,3%. Sekarang untuk dapat 1,8% saja sudah sulit,” kata dia.

Sementara itu, Vice President PT Vale Indonesia, Muhammad Jinan Syakir, menyoroti efisiensi dari sisi logistik tambang. Ia menjelaskan bahwa semakin jauhnya lokasi tambang turut memperbesar biaya transportasi per ton bijih.

“Kami terus ukur unit biaya per ton per kilometer setiap pagi. Ini indikator utama efisiensi,” ujar Jinan seraya menambahkan bahwa perawatan jalan tambang dan sinkronisasi rotasi alat menjadi kunci efisiensi logistik.

Di sisi hilirisasi, dia mengungkapkan bahwa bahan bakar fosil masih menjadi tantangan dalam proses pemurnian.

“Kami masih menggunakan batu bara dan MFO (marine fuel oil), yang menyumbang hingga 40% dari total biaya bahan konsumsi,” ungkapnya.

Karenanya, ia menekankan pentingnya mencari sumber energi alternatif yang lebih ramah lingkungan.

Green fuel saat ini harganya masih lima kali lebih mahal dari B50, misalnya. Ini tantangan besar bagi industri,” kata dia.

Baik Antam maupun Vale sepakat bahwa peningkatan efisiensi, baik di hulu maupun hilir, tidak hanya menjaga keberlanjutan industri, tetapi juga kunci menjaga daya saing dan margin pendapatan di tengah tantangan penurunan kualitas cadangan dan fluktuasi harga energi. (Shiddiq)