Beranda Berita Nasional 76% Komponen Baterai Penyimpanan Energi Berasal dari Nikel, Indonesia Berpeluang Jadi Pusat...

76% Komponen Baterai Penyimpanan Energi Berasal dari Nikel, Indonesia Berpeluang Jadi Pusat Dunia

121
0
Wakil Ketua Komisi Xll Sugeng Suparwoto, Kamis (10/7/2025)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Indonesia berpeluang besar menjadi pusat industri baterai dunia, seiring dominasi cadangan nikel nasional yang mencapai 42% dari total cadangan global. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, dalam tayangan CNBC Indonesia bertema “RI Menuju Pusat Baterai Dunia, Hilirisasi Nikel Jadi Andalan”, Kamis (10/7/2025).

Sugeng menjelaskan bahwa nikel merupakan bahan utama dalam pengembangan teknologi Battery Energy Storage System (BESS) atau sistem penyimpanan energi berbasis baterai, yang diproyeksikan akan menjadi tulang punggung energi masa depan.

“Sebanyak 76% komponen utama dari BESS itu adalah nikel. Kita memiliki keunggulan ini secara alami,” ujarnya.

Ia menekankan pentingnya hilirisasi dan industrialisasi nikel, tidak hanya dari ore ke konsentrat, tetapi juga ke tahap industri hilir seperti produksi baterai.

“Dua minggu lalu Presiden meresmikan industri baterai. Meski kita terlambat, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” ucapnya.

Menurutnya, pergeseran dari energi fosil ke energi terbarukan menuntut adanya penyimpanan energi yang andal. Di sinilah baterai berperan.

“Energi dari matahari, angin, itu bersifat intermittent dan butuh disimpan dalam baterai. Inilah mengapa Indonesia berpeluang besar memimpin,” katanya.

Lebih lanjut, Sugeng menambahkan bahwa Indonesia juga harus menjalin kerja sama baik secara B2B (Business to Business) maupun G2G (Government to Government) untuk pengadaan litium yang belum dimiliki.

“Kita sudah punya nikel, mangan, dan kobalt. Hanya litium yang belum kita miliki. Maka kita harus integratif,” tegasnya.

Dalam konteks ekonomi nasional, sektor pertambangan—khususnya nikel—memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

“PNBP di APBN 2025 ditargetkan Rp125 triliun, dan hampir 80% berasal dari sektor pertambangan,” tambahnya.

Ia menutup pernyataannya dengan menyoroti pentingnya pengelolaan pertambangan yang berkelanjutan dan sesuai prinsip ESG (Environment, Social, and Governance).

“Tanpa pertambangan tidak ada peradaban, tapi pertambangan yang dikelola serampangan justru bisa menghancurkan peradaban,” pungkasnya. (Shiddiq)