Beranda Asosiasi Pertambangan Indonesia Picu Oversupply Nikel Global hingga 500 Kiloton, Harga Anjlok

Indonesia Picu Oversupply Nikel Global hingga 500 Kiloton, Harga Anjlok

128
0
Sekum APNI Meidy Katrin Lengkey dalam acara Kick Off Harita Nickel Journalism Award (HNJA) 2025 yang digelar di Hotel AONE, Jakarta, pada Jumat (4/7/2025)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Indonesia menjadi penyumbang utama kelebihan pasokan (oversupply) nikel dunia hingga mencapai 500 kiloton. Kondisi ini disebut turut menyebabkan harga nikel global terus melemah.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Meidy Katrin Lengkey, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), saat menjadi pembicara dalam Kick Off Harita Nickel Journalism Award (HNJA) 2025 yang digelar di Hotel AONE, Jakarta, pada Jumat (4/7/2025).

“Coba lihat supply-demand nikel global. Saking hebohnya Indonesia, akhirnya kita over dari total demand dunia. Ada kelebihan sampai 500 kiloton nikel, kelebihan dari total demand,” ungkap Meidy dalam paparannya.

Menurutnya, kelebihan pasokan tersebut tidak lepas dari dominasi Indonesia sebagai produsen nikel nomor satu dunia sejak 2022, dengan pangsa pasar mencapai lebih dari 63 persen.

“Kita menjadi penguasa nikel dunia. Kita sudah memegang lebih dari 63 persen sejak tahun 2022,” ujarnya.

Dia menambahkan bahwa keberhasilan Indonesia dalam hilirisasi nikel, yang dimulai sejak implementasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, memang menuai pujian global. Namun, di sisi lain, peningkatan kapasitas produksi yang tidak dibarengi perhitungan matang terhadap permintaan global justru memicu ketidakseimbangan pasar.

“Kita produksi bahan bakunya melimpah, tapi kondisi ekonomi dunia dan geopolitik sedang melemah. Artinya pembangunan turun, permintaan turun, tapi kita justru produksi besar-besaran. Ini harusnya dihitung dulu, demand domestik dikomparasi dengan global,” jelas Meidy.

Ia juga menyinggung kemungkinan langkah pemerintah untuk kembali menyesuaikan kebijakan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) akibat kondisi kelebihan pasokan ini.

“Mungkin itu juga bukan pendekatan Pak Bali (maksudnya Menteri ESDM), mungkin juga beliau kemarin berpikir karena over ini, jadi RKAB dikembalikan ke satu tahun kembali,” ucap Meidy.

Meidy mengingatkan bahwa kelebihan produksi yang tidak sebanding dengan permintaan hanya akan menekan harga dan merugikan pelaku industri nasional. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk segera melakukan evaluasi komprehensif terhadap kebijakan produksi dan ekspor nikel.

“Pemerintah harus bagaimana menghitung total demand dulu. Jangan sampai produksi kita justru menjatuhkan harga pasar kita sendiri,” tutupnya. (Shiddiq)