
NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Pasar nikel primer global mengalami surplus pada tahun 2024 dan diperkirakan akan berlanjut pada 2025. Hal ini disampaikan oleh Direktur Riset Pasar dan Statistik International Nickel Study Group (INSG), Ricardo Ferreira, dalam konferensi Indonesia Critical Minerals (ICM) 2025 yang diselenggarakan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) bekerja sama dengan Shanghai Metals Market (SMM), di Hotel Pullman Jakarta Central Park, di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat, pada 3–5 Juni 2025.
“Pasar nikel primer mencatat surplus pada 2024 dan tren ini kemungkinan besar akan berlanjut hingga 2025. Indonesia bersama dengan China adalah penggerak utama pasar ini, sementara pemangkasan produksi terjadi di belahan dunia lainnya,” ujar Ferreira dalam presentasinya di hadapan pelaku industri nikel nasional dan internasional.
Dia menjelaskan, sektor baja nirkarat tetap menjadi konsumen utama nikel secara global, hampir 80% dari total penggunaan. Meski demikian, sektor baterai kendaraan listrik juga mulai memperoleh pangsa pasar, kendati pertumbuhannya pada 2024 lebih lambat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Produksi baterai dengan kandungan nikel tinggi mengalami lonjakan signifikan dari 2020 ke 2022, namun menurun pada 2023 dan 2024. Meski begitu, data sementara Januari-April 2025 menunjukkan tanda pemulihan dengan kenaikan produksi sekitar 12%,” jelasnya.
Ia juga memaparkan data terkini mengenai pangsa pasar berbagai tipe baterai. “Pada 2024, tipe NCM622 mencakup 32% dari total output baterai berbasis nikel, naik dari 31% pada 2023. Sementara itu, NCM811 mencakup hampir 40% pada 2024, juga meningkat dari 38% di tahun sebelumnya. Di triwulan pertama 2025, NCM622 mencapai sekitar 36,5%, sementara NCM811 sedikit turun menjadi 37,5%,” ungkapnya.
Meski tren elektrifikasi kendaraan semakin kuat, analis yang sudah 19 tahun di INSG itu mengingatkan, pertumbuhan sektor baterai belum secepat yang diharapkan. Kebijakan nasional, seperti subsidi, tarif, royalti, dan kuota, akan memainkan peran penting dalam membentuk arah pasar ke depan.
“Pertanyaan besar yang kami ajukan: akankah nikel benar-benar memainkan peran signifikan dalam transisi energi global? Jawabannya akan sangat bergantung pada kebijakan masing-masing negara, terutama dalam aspek ESG dan insentif fiskal,” tutupnya. (Shiddiq)