Beranda Berita Nasional Nikel Global Surplus, Indonesia Pegang Kendali Produksi Dunia

Nikel Global Surplus, Indonesia Pegang Kendali Produksi Dunia

413
0
Direktur Riset Pasar dan Statistik INSG, Ricardo Ferreira, dalam acara ICM 2025, Pullman Hotel, Jakarta (3-5/6/2025)

NIKEL.CO.ID, JAKARTAInternational Nickel Study Group (INSG) mencatat, pasar nikel global akan terus surplus hingga akhir 2025, seiring meningkatnya produksi dari Indonesia dan Tiongkok. Hal ini disampaikan Direktur Riset Pasar dan Statistik INSG, Ricardo Ferreira, dalam konferensi Indonesia Critical Minerals (ICM) 2025 di Jakarta, Selasa (3/6).

“Pasar nikel berada dalam posisi surplus sejak 2023 dan diperkirakan akan bertambah pada 2025, terutama karena peningkatan produksi Indonesia dan China,” ujar Ferreira di acara yang digelar oleh Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) dan Shanghai Metal Market (SMM) tersebut.

Menurut data INSG, Indonesia menyumbang 61,6% dari total produksi tambang nikel global pada 2024 dan diperkirakan naik menjadi 63,4% pada 2025. Untuk produksi nikel primer, Indonesia akan menguasai 46,9% pasar global, jauh di atas Tiongkok yang berada di posisi kedua dengan 29,3%.

Produksi nickel pig iron (NPI) Indonesia diproyeksikan mencapai 2 juta ton pada 2025, sekitar 53,5% dari total produksi nikel primer dunia. Namun, meski produksi meningkat, harga nikel di London Metal Exchange (LME) justru turun. Selama lima bulan pertama 2025, harga bertahan di kisaran US$15.500 per ton, jauh di bawah puncaknya pada 2022 yang sempat mencapai US$30.425 per ton.

Stok gabungan di LME dan Shanghai Futures Exchange juga melonjak drastis, dari 38,2 kiloton (Mei 2023) menjadi 230,6 kiloton (April 2025), yang semakin menekan pasar.

Regulasi Menentukan Arah Industri

Ferreira juga menyoroti peran kebijakan nasional yang semakin kuat dalam mengatur arah industri nikel. Indonesia memberlakukan larangan ekspor bijih nikel, memperkuat hilirisasi lewat kawasan industri, dan menerapkan sistem kuota tambang (RKAB).

Sementara itu, China fokus pada penguatan rantai pasok untuk industri baterai dan kendaraan listrik. Uni Eropa dan AS juga memperketat regulasi lewat mekanisme seperti CBAM dan Undang-Undang Pengurangan Inflasi.

“Indonesia kini bukan hanya pemilik sumber daya, tetapi juga pengarah tren global produksi dan ekspor nikel,” tutupnya. (Shiddiq)