
NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, mengungkapkan tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam sektor energi dan industrialisasi, terutama dalam pengelolaan sumber daya alam yang terbatas, seperti nikel.
Dalam acara Special Dialogue bertema Swasembada Energi Dalam wawancara, dia menegaskan dua tantangan utama yang harus dihadapi Indonesia: pertama, meningkatkan permintaan konsumsi energi untuk mendorong industrialisasi; dan kedua, menjaga keberlanjutan energi di masa depan.
“Kita sudah dihadapkan pada dua tantangan sekaligus. Tantangan kuantitatif untuk meningkatkan permintaan energi agar kita setara dalam hal konsumsi energi, dan di sisi lain, kita juga perlu mendorong industrialisasi,” ujar Sugeng dalam acara tersebut, Four Seasons Hotel, Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Menurutnya, sektor industri Indonesia semakin tergerus, dengan kontribusi industri terhadap PDB yang kini hanya sekitar 18%. Ia menilai hal ini sangat mengkhawatirkan, karena di balik industri, banyak aspek penting yang turut menyertainya, seperti energi. Terlebih lagi, di sektor pertambangan, Indonesia menghadapi ketidakseimbangan antara sektor hulu dan hilir.
“Di sektor pertambangan, kita memiliki sumber daya alam yang melimpah, seperti nikel, namun masih kurang dalam pengembangan hilirnya. Padahal, hilirisasi nikel sangat potensial untuk menghasilkan produk energi baru terbarukan, seperti baterai dan penyimpanan energi,” jelasnya.
Dia juga menyoroti pentingnya pengembangan industri energi terbarukan, yang sangat relevan mengingat cadangan bahan bakar fosil yang semakin menipis.
“Jika kita melihat ke depan, dalam waktu sekitar 15 tahun ke depan, kita harus bersiap menghadapi berkurangnya cadangan energi fosil. Oleh karena itu, energi terbarukan dan penyimpanan energi menjadi kunci bagi masa depan Indonesia,” tambahnya.
Selain itu, dia menegaskan pentingnya menjaga keberlanjutan sumber daya alam Indonesia, terutama nikel yang memiliki potensi besar di pasar global.
“Indonesia menguasai sekitar 40% cadangan nikel dunia, namun sekarang potensi nikel kita sudah berkurang drastis. Jika kita tidak segera melakukan hilirisasi, dalam waktu 15 tahun ke depan, kita akan kesulitan memenuhi kebutuhan energi terbarukan yang semakin meningkat,” ungkapnya.
Ia juga mengingatkan perlunya investasi besar dalam sektor energi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan mencapai 8%.
“Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah mengalokasikan investasi yang cukup besar untuk sektor energi. Ini akan terus dibutuhkan agar kita bisa memenuhi kebutuhan energi yang terus berkembang,” tuturnya.
Di tengah tantangan besar ini, Sugeng mengajak semua pihak untuk mendukung upaya hilirisasi dan diversifikasi energi.
“Indonesia harus mempersiapkan dirinya dengan baik, agar tidak terjebak dalam ketergantungan pada sumber daya alam yang terbatas,” tegasnya.
Dengan strategi yang tepat, dia yakin Indonesia dapat menghadapi tantangan global dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, seiring dengan komitmen Indonesia terhadap perjanjian Paris dan upaya menuju energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan. (Shiddiq)