
NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Indonesia tengah mempersiapkan diri menjadi pemain penting dalam industri baterai global. Kepala tim di Kementerian Perindustrian, Ginanjar M., mengungkapkan bahwa pada 2026, kawasan industri PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), Halmahera, Maluku Utara, akan memulai jejak produksi baterai sel dan bahan bakunya secara mandiri.
“Diperkirakan pada pertengahan 2026 nanti, industri baterai akan dimulai di IWIP Weda Bay. Kami berharap pada saat itu akan ada trail atau jejak pertama produksi baterai sel serta bahan baku baterai yang seluruhnya berasal dari dalam negeri,” kata Ginanjar dalam acara diskusi kelompok terfokus atau forum group discussion (FGD) di Wyndham, Jakarta, Rabu (12/2/2025).
Menurutnya, kapasitas produksi baterai yang direncanakan pada 2026 adalah 8 gigawatt/hour (GWh) dan akan meningkat menjadi 20 GWh pada 2027. Saat ini, sambungnya, Indonesia sudah memiliki bahan baku penting, seperti prekursor dan katode, yang menjadi komponen kunci dalam pembuatan baterai.
Industri ini, katanya lebih lanjut, bukan hanya soal menghasilkan baterai, tetapi juga membangun ekosistemnya. Dalam beberapa tahun ke depan, ia berharap Indonesia akan mampu memproduksi baterai secara penuh dengan sumber daya dan teknologi dalam negeri. Langkah ini menandai perkembangan signifikan dalam upaya Indonesia mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku baterai serta memperkuat posisi negara di pasar global kendaraan listrik dan energi terbarukan.
Sebelumnya, pabrik dan ekosistem baterai dan kendaraan listrik pertama di Indonesia dibangun PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power di Karawang, Jawa Barat, pada 2024. Pabrik baterai tersebut diresmikan langsung Presiden RI ke-7, Joko Widodo, Rabu (3/7/2024). Dengan berdirinya pabrik baterai tersebut menandai komitmen Indonesia untuk masuk kompetisi produksi baterai dan kendaraan listrik dunia.
Pabrik sel baterai pertama HLI Green Power itu mulai produksi komersial baterai kendaraan listrik pada April 2024. Pada fase pertama, HLI menyerap investasi sebesar US$ 1,1 miliar dengan kapasitas produksi sebesar 10 GWh, terdiri dari 32,6 juta sel baterai yang dapat menghasilkan kurang lebih 150.000 kendaraan listrik. Pada fase kedua, diharapkan pada 2025, PT HLI berencana meningkatkan kapasitas produksi menjadi 20 GWh.
Executive Chairman Hyundai Motor Group, Euisun Chung, menjelaskan, selesainya pabrik sel baterai di Indonesia memberikan kebanggaan besar. Hal itu merupakan bukti kemajuan yang telah kita capai-dan menjadi tanda kekuatan kemitraan bersama.
“Yang paling penting, ini mengonfirmasi bahwa dengan bekerja sama, Hyundai Motor Group dan Indonesia membentuk masa depan ekosistem EV bukan hanya di Asia Tenggara, tetapi juga di seluruh dunia,” ungkap Euisun dalam peresmian, di Karawang, Jawa Barat, waktu itu.
Dia juga mengatakan, Presiden Jokowi sudah menetapkan target untuk memproduksi 600.000 kendaraan listrik di dalam negeri sampai pada 2030. Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kala itu, Bahlil Lahadalia mengungkapkan, Indonesia menjadi negara yang memiliki ekosistem pembuatan mobil listrik pertama di dunia. Ekosistem itu terbentuk mulai dari bahan baku nikel, pabrik baterai, hingga pabrik mobil listrik.
“Setelah kami diskusi, kami tanya apakah di dunia sudah ada? Belum, membangun ekosistem baterai mobil yang terintegrasi dari hulu, dari tambang sampai ke mobil, ternyata belum ada dan kita Indonesia yang pertama untuk melakukan hal ini,” kata Bahlil dalam sambutannya.
Dalam kesempatan itu Bahlil mengatakan nilai investasi untuk pembangunan pabrik baterai ini mencapai US$1,2-1,5 miliar, yang akan dilanjutkan lagi pada tahun kedua dengan nilai investasi mencapai US$2 miliar.
“Ini adalah babak baru di mana kita sama-sama menyaksikan peresmian pabrik baterai mobil yang terintegrasi,” pungkasnya. (Shiddiq)