
NIKEL.CO.ID, JAKARTA- Regulasi di sektor pertambangan terus berkembang diantaranya terkait dengan izin usaha jasa pertambangan dan juga implementasi biodiesel yang kini telah mencapai B40.
Mengusung tema “Sinergi Regulasi dan Energi Baru: Meningkatkan Keberlanjutan di Sektor Pertambangan”, Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (ASPINDO) menggelar Business Gathering untuk membahas kebijakan baru tersebut.
“Ini menjadi sangat menarik dan sangat penting didiskusikan karena implementasi di lapangan akan sangat berdampak kepada dunia usaha, di mana kita ada di dalamnya,” ujar Ketua Umum ASPINDO, Ari Sutrisno, dalam kata sambutan di hotel Westin, Jakarta Selatan, Selasa (12/02/2025).

Dirinya memastikan, ASPINDO akan terus mendukung kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Namun, masukan dan saran dari pelaku usaha juga perlu disampaikan sebagai bahan pertimbangan agar industri pertambangan domestik dapat berjalan secara optimal dan berkelanjutan.
“Melalui forum ini, kami berharap dapat membangun sinergi yang luar biasa dan lebih kuat lagi antara pemerintah, pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya guna memastikan keberlanjutan industri pertambangan di Indonesia,” tambahnya.
Selain itu, Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM, Edi Wibowo menyampaikan bahwa biodiesel bukan sekadar kebijakan, tetapi juga solusi yang dapat diimplementasikan secara teknis untuk mendukung transisi energi di sektor pertambangan.
“Kami berharap, ini semakin memperkuat keyakinan industri dalam implementasi B40 sebagai bagian operasionalnya. Sekaligus mendukung Indonesia dalam mencapai target pemangkasan gas rumah kaca dan ketahanan energi nasional,” tambah dia.

Selain itu, harapan untuk mengganti campuran Biosolar termasuk B40 yang mengandung Fatty Acid Methyl Esters (FAME) dengan Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) dari pelaku usaha yang merupakan pengguna alat berat terbesar hingga saat ini masih belum dapat diimplementasikan.
“Selain biodiesel konvensional, kami memahami adanya keinginan dari anggota ASPINDO untuk menggunakan HVO. Namun, implementasi HVO dalam skala besar masih memerlukan kesiapan dari sisi produksi dan infrastruktur distribusi,” jelasnya.
Diketahui, Bahan Bakar Nabati (BBN) B40 sendiri resmi diimplementasikan per 1 Januari 2025 yang diumumkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya ESDM No 341.K/EK.01/MEM.E/2024 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Sebagai Campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Dalam Rangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Sebesar 40 Persen.
“Saat ini produksi HVO di dalam negeri masih dalam tahap pengembangan dalam implementasinya sangat bergantung pada kesiapan PT Kilang Pertamina Internasional, dalam memproduksi HVO dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan industri,” tuturnya.