NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Meskipun tren kecelakaan di sektor pertambangan mengalami penurunan, Direktorat Jenderal Minerba (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) tetap menegaskan pentingnya penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan (SMKP) secara konsisten.
Hal itu ditegaskan Direktur Teknik dan Lingkungan (Dirtekling) Ditjen Minerba, Hendra Gunawan, saat membuka acara “Bulan K3 Nasional Pertambangan Mineral dan Batu Bara Tahun 2025”, di Jakarta, Senin (13/1/2025).
Industri pertambangan, yang menjadi salah satu sektor strategis dalam pembangunan nasional, juga dikenal dengan risiko tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Hendra mengungkapkan, meskipun angka kecelakaan menunjukkan penurunan, upaya untuk menjaga keselamatan kerja tetap menjadi perhatian utama.
“Meski terjadi penurunan, Ditjen Minerba tidak menoleransi sedikit pun kecelakaan yang terjadi pada kegiatan operasional pertambangan. Keamanan dan keselamatan pekerja harus tetap menjadi prioritas utama,” tegasnya sebagaimana dikutip dari laman Minerba, Selasa (14/1/2025).
Pembangunan budaya keselamatan, menurut Hendra, tidak hanya melibatkan kepatuhan terhadap peraturan, namun juga harus mencakup transformasi perilaku dan pengelolaan sumber daya manusia yang unggul.
“Pembangunan budaya keselamatan itu harus menjadi bagian dari setiap individu yang terlibat dalam industri pertambangan, mulai dari manajer hingga pekerja di lapangan,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi KESDM itu, juga menyoroti pentingnya integrasi teknologi dalam penerapan SMKP, yang tidak hanya berfungsi untuk menjaga keselamatan, tetapi juga dapat meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan keberlanjutan operasional perusahaan.
“Kita harus terus mengintegrasikan teknologi dan inovasi dalam setiap aspek operasional untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko keselamatan kerja,” ujarnya.
Dia juga mengingatkan, penerapan SMKP yang baik akan mendukung tercapainya tujuan jangka panjang dalam membangun kemandirian budaya K3 yang inklusif dan berkelanjutan. Ia berharap seluruh komponen di sektor pertambangan dapat bekerja sama dalam memperkuat kapasitas sumber daya manusia (SDM) melalui pelatihan dan pengembangan kompetensi.
“Penting untuk meningkatkan kompetensi SDM, dari tingkat pendidikan dasar hingga penguasaan teknologi, sebagai dasar untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat,” ungkapnya.
Pada 2024 tercatat adanya penurunan signifikan dalam kekerapan kecelakaan tambang (frekuensi rate/FR) dan tingkat keparahan kecelakaan (severity rate/SR), masing-masing sebesar 0,05 dan 106,62. Meski demikian, ia menekankan bahwa pencapaian ini harus menjadi titik tolak untuk terus meningkatkan K3, serta tidak mengurangi kewaspadaan dalam setiap tahapan operasional pertambangan.
Ia mengingatkan kembali seluruh pemangku kepentingan di sektor pertambangan bahwa manajemen wajib mendukung program-program pengelolaan keselamatan pertambangan.
“Sebagai regulator, Ditjen Minerba membutuhkan dukungan penuh dari pihak manajemen untuk memastikan pelaksanaan program K3 sesuai dengan amanat peraturan perundangan,” pungkasnya.
Dalam peringatan “Bulan K3 Nasional” ini diharapkan seluruh pihak yang terlibat dalam industri pertambangan dapat bekerja sama menciptakan budaya keselamatan yang lebih baik demi melindungi keselamatan para pekerja tambang dan keberlanjutan sektor pertambangan Indonesia. (Shiddiq)