NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Harga nikel diproyeksi akan mengalami lonjakan signifikan hingga mencapai US$20.000 per ton pada akhir Februari 2025. Proyeksi ini didasarkan pada dua faktor utama yang diyakini akan mempengaruhi pasokan dan permintaan nikel di pasar global.
Proyeksi tersebut diutarakan Chief Executive Officer (CEO) Canada Nickel Corp, Mark Selby, belum lama ini. Selby menjelaskan bahwa salah satu pendorong utama kenaikan harga nikel adalah peran Indonesia yang semakin dominan dalam pasar global. Indonesia kini dapat dianggap sebagai OPEC-nya nikel, mengingat negara ini telah menciptakan semacam kesatuan negara-negara penghasil nikel yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga pasar global, mirip dengan apa yang dilakukan oleh OPEC dalam industri minyak.
Indonesia, dengan cadangan nikelnya yang terbesar di dunia, telah mengambil langkah strategis dengan rencana membatasi pasokan nikel mentah. Baru-baru ini, pemerintah Indonesia membahas potensi pemangkasan produksi bijih nikel dari 225 juta ton menjadi 150 juta ton.
Meski belum ada keputusan final mengenai pengurangan tersebut, langkah ini sudah cukup untuk menciptakan ketegangan di pasar. Bahkan, jika produksi tetap stabil, Indonesia telah mengendalikan sebagian besar pasokan nikel global dan diperkirakan akan menguasai sekitar dua pertiga dari total pasokan dunia pada akhir tahun ini.
Selain langkah Indonesia, faktor cuaca ekstrem di Filipina juga berkontribusi pada pengetatan pasokan global. Awal tahun ini, musim hujan yang berlangsung lama di Filipina menyebabkan penurunan tajam dalam produksi nikel, yang bahkan sempat terhenti hingga 50%. Hal itu menyebabkan banyak bijih nikel yang sebelumnya diekspor Filipina ke China, dialihkan ke Indonesia, menambah stok terbatas di pasar global. Keadaan ini menciptakan kekurangan pasokan yang signifikan, sehingga memicu lonjakan harga.
Dia juga mencatat bahwa tren lonjakan harga nikel ini telah terlihat dalam beberapa tahun terakhir, terutama pada April, ketika harga mencapai puncaknya di angka US$21.000. Seiring dengan perubahan musim dan pola produksi global yang tak menentu, potensi lonjakan harga serupa kemungkinan akan terjadi lagi, mungkin bahkan lebih signifikan, dengan target harga mencapai US$20.000 pada akhir Februari 2025.
Selain itu, ia menyebutkan adanya persaingan yang semakin sengit antara Indonesia dan China dalam menguasai pasar nikel dunia. Indonesia, yang semakin mempertegas kebijakan dan pembatasan pasokan dalam negeri, berpotensi meningkatkan harga nikel di pasar domestik dan memperburuk ketergantungan China pada pasokan Indonesia. Dengan Indonesia yang menguntungkan penambang domestiknya melalui kebijakan harga bijih yang lebih tinggi, China diperkirakan akan menghadapi tantangan besar dalam mengendalikan harga dan pasokan nikel di masa depan.
“Indonesia telah cukup tegas dalam kebijakannya, dan kami melihat ini sebagai fase terakhir dalam pertarungan antara Indonesia dan China mengenai siapa yang benar-benar mengendalikan pasar nikel global,” tegasnya sebagaimana dikutip dari Crux Investor, Rabu (8/1/2025).
Selby meyakini bahwa Indonesia akan memenangkan pertarungan ini, mengingat posisi strategisnya sebagai eksportir utama nikel dan langkah-langkah yang telah diambil untuk memproteksi industri domestik.
Dia percaya bahwa pasar nikel sedang menuju ke titik puncak baru, dengan harga yang diperkirakan akan melonjak menjelang akhir Februari 2025. Peran Indonesia yang semakin dominan, ditambah dengan faktor cuaca dan kebijakan pembatasan produksi, diyakini akan memicu ketatnya pasokan dan mendorong harga nikel ke level yang lebih tinggi.
Seiring dengan perubahan ini, ia mengingatkan bahwa pemain pasar nikel, baik di Indonesia maupun global, harus siap menghadapi dinamika yang lebih ketat dalam beberapa tahun ke depan.
“Ini adalah tahap yang terakhir tahap pertarungan antara Tiongkok dan Indonesia dalam hal siapa yang benar-benar mengendalikan pasar. Dan, saya bertaruh Indonesia akan memenangkannya,” pungkasnya. (Shiddiq)