Beranda Berita International Dirut Eramet Indonesia: Peluang Besar untuk Nikel Indonesia dalam Industri Energi Bersih

Dirut Eramet Indonesia: Peluang Besar untuk Nikel Indonesia dalam Industri Energi Bersih

1839
0
Dirut Eramet Indonesia Jerome Baudelet (paling kiri, memakai Celana panjang putih cream) sedang memegang plakat usai mengisi materi ASEAN Conference Mining 2024, The Meru Sanur Hotel, Bali, Senin (18/11/2024). Dok. MNI

NIKEL.CO.ID, BALI – Direktur Utama Eramet Indonesia, Jerome Baudelet, memaparkan pandangannya mengenai permintaan global terhadap mineral kritis, khususnya nikel, yang semakin meningkat seiring pertumbuhan teknologi energi bersih. Hal ini disampaikan dalam sesi kedua diskusi bertema “Tinjauan Pasar: Pandangan tentang Permintaan Global atas Mineral Kritis dari Teknologi Energi Bersih”.

Menurut Baudelet, kebutuhan nikel global diproyeksikan akan meningkat drastis dalam dekade mendatang, terutama karena pengembangan kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Saat ini, konsumsi nikel untuk industri baja, khususnya baja tahan karat, berada pada angka sekitar 3,3 juta ton per tahun. Namun, dengan meningkatnya kebutuhan baterai EV, konsumsi tersebut diperkirakan melonjak hingga tambahan 5 juta ton dalam 10 tahun ke depan. 

“Ini adalah peningkatan besar-besaran yang dipicu oleh permintaan dari industri baterai kendaraan listrik. Indonesia, sebagai salah satu penghasil nikel terbesar di dunia, sedang mempersiapkan diri untuk memenuhi kebutuhan ini,” ungkapnya dalam sesi panel kedua ASEAN Conference Mining 2024, di The Meru Sanur, Bali, Senin (18/11/2024).

Menurutnya, transformasi industri nikel di Indonesia dimulai dengan tahap pertama pengembangan sektor nikel di Indonesia didominasi oleh proses rotary kiln-electric furnace (RKEF), yang utamanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan baja tahan karat, terutama untuk pasar Tiongkok.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mengarahkan investasi besar-besaran ke teknologi yang mendukung produksi bahan baku baterai EV, termasuk pengembangan pabrik pengolahan berbasis energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga air. 

“Hari ini, beberapa pabrik di Indonesia telah beroperasi dengan total produksi mencapai 300.000 ton per tahun. Dalam beberapa tahun ke depan, kapasitas ini akan bertambah hampir satu juta ton, dengan beberapa proyek baru yang sedang dalam tahap commissioning,” jelasnya. 

Oleh karena itu, dia menilai bahwa masa depan cerah nikel bagi Indonesia. Melihat potensi besar ini, ia menegaskan bahwa Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menjadi pemain utama dalam industri baterai EV global. Namun, ia juga menyoroti pentingnya memastikan bahwa pengembangan ini dilakukan dengan memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan standar teknologi tinggi. 

“Kita berbicara tentang perubahan besar dalam struktur permintaan nikel global. Indonesia tidak hanya harus mampu memenuhi kebutuhan ini, tetapi juga memimpin dalam inovasi dan keberlanjutan,” tutupnya. 

Dengan cadangan nikel yang melimpah dan investasi yang terus mengalir, Indonesia memiliki peluang emas untuk memainkan peran kunci dalam revolusi energi bersih global. (Shiddiq)