Beranda Berita Nasional APNI Rilis INPI Per 14 Oktober 2024 dengan Lima Komoditas Nikel

APNI Rilis INPI Per 14 Oktober 2024 dengan Lima Komoditas Nikel

2623
0
Bagan INPI yang dirilis APNI per 14 Oktober 2024.

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Asosisasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) merilis harga nikel dalam negeri dalam Indonesia Nckel Price Index (INPI) per 14 Oktober 2024 dengan lima segmen komoditas, yaitu nickel ore kadar 1,2% dan 1,6%, nickel pig iron, hig-grade nickel matte, dan MHP.

Adapun rincian kelima harga komoditas tersebut sebagai berikut:

  1. Nickel Ore kadar 1,2% menggunakan CIF yang memiliki harga berkisar antara US$21.4 – US$27.4 dengan rata-rata harga sebesar US$24.4 dan tidak ada perubahan harga sama sekali atau nol.
  2. Nickel Ore kadar 1,6% menggunakan CIF dengan harga di kisaran US$50.6 – US$52.1 dan harga rata-rata sebesar US$51.35 serta mengalami perubahan sebesar –US$0.25.
  3. Nickel Pig Iron (NPI) menggunakan FOB dengan harga di kisaran US$122 – US$122 dan memiliki harga rata-rata sebesar US$122 serta mengalami perubahan posistif sebesar US$1.1.
  4. High-Grade Nickel Matte menggunakan FOB dengan harga di kisaran US$14.626 – US$14.626 dan harga rata-rata sebesar US$14.626 serta mengalami perubahan positif sebesar US$163.
  5. MHP menggunakan harga FOB dengan harga berkisar antara US$13.355 – US$13.355 dan harga rata-rata sebesar US$13.355 serta mengalami perubahan sebesar US$53.

Sementara seperti dikutip laman kabarbursa.com, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan, kegiatan ekstrakrif erat kaitannya dengan volatilitas pasar global yang tinggi. Harga komoditas yang dihasilkan dari aktivitas ini ditentukan oleh mekanisme pasar internasional, yang sering kali di luar kendali pemerintah. Ketidakpastian harga inilah yang membuat ekonomi Indonesia rentan terhadap gejolak pasar.

“Ekonomi berbasis ekstraktif selalu membuat kita waspada. Sensitivitasnya sangat tinggi dan tidak berada di bawah kontrol pemerintah,” kata Bhima.

Menurutnya, pemerintah Indonesia kerap kali mengklaim mampu mengendalikan harga komoditas unggulan, seperti nikel. Argumen pemerintah didasarkan pada fakta bahwa Indonesia memiliki cadangan dan produksi nikel terbesar di dunia, sehingga diasumsikan dapat mempengaruhi harga komoditas tersebut di pasar global. Namun, klaim ini hingga saat ini belum terbukti, karena harga nikel terus mengalami fluktuasi yang signifikan. Hal ini seperti tahun 2022 harga nikel sempat melonjak hingga lebih dari US$40.000 per ton, tetapi kemudian turun drastis  menjadi sekitar US$17.000 per ton pada 2024.

“Cadangan terbesar tidak serta merta menjamin kendali harga di pasar internasional. Apa yang terjadi saat ini cukup mengejutkan,” ujarnya.

Dia juga menuturkan, penurunan harga nikel tersebut juga berdampak pada penerimaan negara dari sektor ini. Pada 2022, penerimaan pajak dari sektor nikel mencapai Rp18 triliun, sementara pajak bumi dan bangunan dari aktivitas hilirisasi berkontribusi sebesar sebesar Rp7 triliun.

Namun, seiring penurunan harga komoditas nikel, setoran pajak ini juga mengalami penurunan tajam  pada 2023 dan diperkirakan akan terus merosot pada 2024.

“Volatilitas harga yang sangat tinggi ini jelas memberikan dampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Tidak hanya pendapatan negara yang turun, tetapi juga berdampak pada aspek lingkungan dan sosial,” tuturnya. (Shiddiq)