
NIKEL.CO.ID, JAKARTA- Pemerintah dianggap masa bodo atas kualitas peralatan yang digunakan industri smelter Indonesia usai insiden kebocoran tungku smelter nikel di PT Lestari Smelter Indonesia (LSI).
Hal tersebut diungkapkan Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, kepada wartawan, Senin (12/8/2024). Dirinya juga menilai bahwa pemerintah seperti tidak perduli dengan standarisasi keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja pada kegiatan hilirisasi nikel. Alhasil, kecelakaan kembali terulang.
Diketahui, terjadi tumpahan cairan logam karena dinding tunggu penampung cairan jebol. Akibatnya cairan logam panas mirip lava tersebut menyebar ke tempat kerja yang membahayakan pekerja, Jumat (9/8/2024) kemarin.
Ia menilai peristiwa tumpahan logam panas tersebut tidak dapat dianggap remeh. Meski tidak menimbulkan korban jiwa, tapi kecelakaan kerja itu tidak dapat ditoleransi. Pemerintah harus segera mengaudit kelayakan peralatan yang digunakan dalam pabrik smelter ini. Bila tidak, dikhawatirkan dapat mendatangkan petaka kelak di kemudian hari.
“Sudah kesekian kalinya insiden di pabrik smelter ini terjadi, meski kali ini tidak ada korban jiwa, tapi tetap saja kejadian ini sangat membahayakan. Penyebab sementara diduga adalah abrasi break wall dinding dalam tungku. Artinya insiden ini karena persoalan kualitas tungku. Bukan pada kesalahan pekerja,” jelas Mulyanto.
“Masalah ini sering kami kritik dan ragukan berulang-ulang, yakni apakah Pemerintah tidak pernah mengaudit kualitas barang dan peralatan smelter ini sebelum mendapat izin operasi industri. Akibatnya sering terjadi insiden dan kebakaran smelter, yang bahkan menimbulkan puluhan korban jiwa. Ini kan ugal-ugalan,” tambah Mulyanto.
Mulyanto melihat nafsu Pemerintah mendatangkan investasi dari luar tidak diikuti dengan pengawasan tata kelola industri smelter yang memadai.
Pemerintah hanya fokus pada nilai dan banyaknya investasi yang masuk, tapi abai pada aspek pengawasan dan pengamanan pelaksanaan operasi pabrik-pabrik yang akan berjalan. Akibatnya, kerap terjadi insiden di pabrik smelter.
“Pemerintah seperti berat sebelah. Nafsu besar tenaga kurang. Kita khawatir operasi dan tata kelola industri smelter ini bagi keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan,” terang Mulyanto.
“Padahal kemarin baru saja terjadi kebakaran smelter di Kalimantan. Smelter tersebut, bahkan baru selesai komisioning, namun berturut-turut malah terjadi dua kali insiden kebakaran,” tutupnya. (Lili Handayani)