Beranda Berita Nasional Bappenas Dorong Hilirisasi Nikel Tidak “Business as Usual”

Bappenas Dorong Hilirisasi Nikel Tidak “Business as Usual”

1571
0
Ilustrasi smelter nikel. (freepik.com)
Ilustrasi smelter nikel. (freepik.com)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menekankan pentingnya hilirisasi nikel yang tidak dilakukan dengan cara “business as usual.” 

“Kita perlu ada semacam peta jalan supaya semuanya bisa memonitor dan juga nantinya tentunya kita mengukur progress-nya, supaya pengolahan atau hilirisasi nikel kita tidak seperti business as usual,” ujar Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas, Vivi Yulaswati, pada sebuah acara di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta.

Dekarbonisasi dalam industri nikel diharapkan dapat mendukung agenda pembangunan transformasi ekonomi sesuai visi Indonesia Emas 2045, serta membantu negara keluar dari middle income trap. Peta jalan ini diharapkan dapat menyelaraskan target ekonomi dengan tujuan pengurangan emisi yang telah diakui dalam Perjanjian Paris tahun 2015.

Pentingnya menciptakan ekosistem industri nikel yang berkelanjutan, memperhatikan lingkungan, dan beretika disoroti oleh Bappenas. 

“Dalam bertransisi untuk energi ini (nikel), tidak cuma Indonesia, tapi global, itu kita bicara tentang kebutuhan adanya baterai karena salah satunya melalui listrik yang semuanya membutuhkan baterai. Jadi, dengan potensi nikel yang cukup besar di Indonesia, tentunya kita ingin mengolah nikel secara berkelanjutan”, tambah Vivi.

Alasan utama Bappenas menekankan pentingnya penyusunan peta jalan dekarbonisasi untuk nikel adalah kemajuan teknologi dalam pengolahan nikel. Sebagian perusahaan tidak lagi menggunakan metode penggalian tradisional tetapi beralih ke metode yang lebih berkelanjutan. 

“Jadi tanah-tanah itu diolah lagi, tanah-tanah yang tadi cuma dibuang sekitarnya, sekarang bisa diolah lagi untuk menghasilkan nikel lagi,” ujarnya.

Proses penyusunan peta jalan dekarbonisasi industri nikel yang dimulai sejak April 2024 mencakup pengumpulan database dan komunikasi dengan pihak industri untuk membangun kepercayaan dan memperoleh data terkait nikel. Komunikasi juga dilakukan dengan kamar dagang dan lembaga riset di China untuk memahami permintaan pasar.

“Kami melakukan komunikasi baik dengan kamar dagang China maupun juga dengan entitas riset yang ada di sana, adalah untuk memahami demand-nya seperti apa, dan kemudian bagaimana demand tadi itu dipenuhi oleh mereka, dan bagaimana arus barang dari Indonesia, bahan mentah dari Indonesia menuju ke sana, dan seterusnya”, Country Director WRI Indonesia, Nirarta Samadhi, menjelaskan.

Ia menambahkan, pergerakan itu perlu dipahami betul agar kita bisa menyusun pathway (arah) yang menguntungkan semua pihak, tidak merugikan salah satu pihak dan menguntungkan satu pihak yang lain, tapi bisa berjalan secara seimbang dengan koridor yang jelas. 

“Koridor menghasilkan tata kelola, tata cara mining (pertambangan) dari nikel tadi yang sustainable (berkelanjutan). Ke depan, ini bisa membantu agar demand-nya di pasarnya, misalnya pasar di China, juga require (memerlukan) hal yang sama dengan apa yang bisa kita suplai dari sini”, pungkasnya. (Aninda)