Beranda Juni 2024 Pengaturan Pengelolaan Mineral Kritis Penting untuk Ketahanan Pasokan Bahan Baku Industri

Pengaturan Pengelolaan Mineral Kritis Penting untuk Ketahanan Pasokan Bahan Baku Industri

2104
0
Asisten Deputi Pertambangan, Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Tubagus Nugraha saat memberikan materi di even internasional, Indonesia Critical Minerals Conference, Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (11/6/2024). Dok MNI

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Asisten Deputi Pertambangan, Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Tubagus Nugraha, mengatakan, pentingnya pengaturan pengelolaan mineral kritis secara terpadu dari hilir hingga hulu untuk ketahanan pasokan bahan baku industri strategis nasional.

Hal ini dia disampaikan dalam pembukaan even internasional Indonesia Critical Minerals Conference 2024 (ICMC 2024) yang diselenggarakan oleh Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) dan Shanghai Metals Market (SMM) di Hotel Mulia, Jjakarta, Selasa (11/6/2024).

“Penataan tata kelola mineral strategis yang terintegrasi dari hulu hingga hilir penting untuk mengoptimalkan hilirisasi mineral dalam negeri,” ungkap Tubagus dalam pemaparan materi yang bertema: Tata Kelola Mineral Kritis dan Strategis di acara tersebut.

Hal ini, menurutnya, demi pengembangan industri strategis nasional yang mendukung peningkatan daya saing perdagangan global, pendapatan negara, dan perekonomian nasional.  Dalam pelaksanaan pengaturan tata kelola mineral strategis ini maka dibentuklah panitia bersama.

Panitia bersama ini terdiri dari beberapa kementerian, diantaranya: Kemenko Marves, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian RI, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Dalam Negeri RI, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Kementerian Investasi/BKPM, Kementerian Keuangan Sekretariat Jenderal, dan Kementerian Perdagangan RI.

“Sebagai forum koordinasi berperan dalam melakukan inventarisasi, menentukan solusi dan mengevaluasi permasalahan terkait mineral kritis dan mineral strategis,” ujarnya.

Dia juga menjelaskan, tata kelola secara umum yang terbagi menjadi tiga bagian, pertama adalah keseimbangan antara penawaran dan Permintaan. Hal ini dapar dilihat dari tiga tahapan yaitu: Koordinasi Lintas Kementerian melalui Gabungan Komite. Inventarisasi Sumber Daya dan Cadangan. Penentuan volume produksi pertambangan.

Bagian kedua, adalah penetapan prioritas alokasi anggaran dari royalti yang pertama untuk peningkatan sumber daya dan cadangan. Dan, peningkatan teknologi pengolahan dan pemurnian.

“Bagian ketiga adalah dukungan pemerintah terhadap hilirisasi, yakni memberikan insentif fiskal dan non-fiskal. Kemudian fasilitas kebijakan, seperti: kemudahan perizinan, insentif harga energi yang kompetitif, dan pemberian harga listrik khusus,” jelasnya.

Selain itu, ia memaparkan, tata kelola mineral kritis yang dimulai dari hulu menjadi prioritas bagi Badan Usaha Milik Negara yang bertugas untuk investigasi dan penelitian dalam rangka penyiapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) Mineral Kritis. Kemudian untuk pemberian Konsesi Mineral Kritis akibat penugasan. Selanjutnya, IUP/IUPK wajib mengalokasikan anggaran eksplorasi tahunan minimal 1% dari keuntungan bersih untuk eksplorasi selanjutnya guna memenuhi coverage area (CA) dan Reserve Replacement Ratio (3R).

Ditambah lagi sektor  Sumber Mineral Kritis yaitu Operasi Eksplorasi dan Produksi, sisa hasil pengolahan/pemurnian, Scrap dan Limbah, seperti: sisa lempengan besi industri perkapalan, dan impor Mineral Kritis.

Tahap kedua adalah Operasi Produksi, yaitu IUP/IUPK/IUI berkewajiban untuk melaporkan jenis, volume dan kadar Mineral Kritis pada bahan sisa. Menyusun rencana pengolahan sisa-sisa jika melaksanakan pengolahan. Penugasan kepada BUMN untuk mengolah residu yang mengandung Mineral Kritis apabila tidak diolah sendiri oleh IUP/IUPK/IUI. Kementerian Perindustrian menetapkan jenis, jumlah dan klasifikasi scrap untuk DMO.

“Impor Mineral Kritis diperbolehkan sepanjang belum tersedianya pasokan dalam negeri,” paparnya.

Terakhir, Tubagus menuturkan, strategi tata kelola mineral yang terdiri dari empat poin. Pertama, Hilirisasi Mineral Strategis yang meliputi, penetapan jenis industri, penyusunan sasaran hilir industri, pendirian kawasan industri, dan peta jalan hilirisasi industri berbasis Mineral Strategis di dalam negeri.

Kemudian poin kedua, mengutamakan penyerapan dalam negeri melalui DMO atau kebijakan ekspor, pengendalian impor, Kandungan barang dalam negeri, dan memberikan insentif PPN atas bahan baku industri.

“Pembeli/smelter mineral strategis wajib mematuhi dan berpedoman pada HPM, sesuai peraturan perundang-undangan. Perpres mencakup pengaturan tata kelola khusus untuk setiap Mineral Strategis seperti Aluminium, Besi, Nikel, Tembaga, Besi, Timah, Emas,” pungkasnya. (Shiddiq)