NIKEL.CO.ID, MAKASSAR – Indonesia berada di wilayah segitiga emas (golden triangle) karena itu dari pemanfaatan nikel, ke depannya masyarakat harus lebih sejahtera dan pengusaha bisa tersenyum bahagia.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Umum (Sekum) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, pada seminar Nickel Industry Outlook Sulawesi 2024, Energy Solution & Decarbonization Partner, di Kota Makassar, Rabu (21/2/2024).
“Mari kita bersama sama menciptakan value added, sehingga ke depannya dari nikel ini bisa menciptakan negara yang maju dan jaya, masyarakat lebih sejahtera, dan pengusaha lokal bisa dapat hak yang sama dalam berbisnis nikel ini,” kata Meidy.
Ia menambahkan, data APNI pada Januari 2024 mencatat ada 81 pabrik pengolahan nikel dengan jumlah lini produksi sebanyak 249 lini. Lokasinya tersebut di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Banten, hingga Kalimantan Timur.
Indonesia, katanya lebih lanjut, terus meningkatkan produksi nikel secara agresif, lebih dari dua kali lipat dari 771.000 ton yang diproduksi pada 2020. Pada awal Desember 2023, Pemerintah Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia berada di jalur yang tepat untuk mencapai produksi di kisaran 1,65 juta hingga 1,75 juta mt, yang semakin menambah kelebihan pasokan.

Dengan meningkatnya pasokan dari Indonesia, diperkirakan surplus pasar nikel primer global akan meningkat menjadi 221.000 ton pada 2023. Tentu saja, ini akan menjadi surplus terbesar pasar nikel primer global dalam 10 tahun terakhir ini.
Total kapasitas produksi nikel Indonesia direncanakan sekitar 5 juta ton per tahun, padahal produksi dunia sebesar 3,4 juta ton pada 2023. Menurut Meidy, jumlah 5 juta ton tersebut diidentifikasi berasal dari proyek-proyek yang saat ini sedang berproduksi, dalam tahap konstruksi, dan sedang dalam perencanaan.
Dengan menyelenggarakan seminar yang berlangsung di Hotel Rinra tersebut, PT Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi memperlihatkan komitmen mereka dalam pengembangan industri nikel di Indonesia, khususnya di wilayah Sulawesi.
Region Manager Corporate Sales Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi, Ferry Pasalini, mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk memberikan wawasan, pemahaman, dan gambaran tentang industri nikel di wilayah Sulawesi pada 2024. Selain dari APNI, hadir pula narasumber dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Tenggara, dan para agen bahan bakar minyak (BBM) industri, serta Distributor Petrochemical Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi.
“Kami berkomitmen memenuhi kebutuhan BBM dalam mendukung kemajuan industri nikel di wilayah Sulawesi. Salah satunya, kami memiliki program Pertamina One Solution sebagai penyedia layanan produk yang dibutuhkan oleh konsumen business To business (B2B) sehingga memudahkan konsumen dalam bertransaksi dan memberikan harga yang kompetitif serta terjamin kualitas produknya,” ucap Ferry.
Kemudian sesi pemaparan dilanjutkan oleh Kabid Minerba Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tenggara, Muh. Hasbullah Idris, yang menyampaikan closing statement dari materi yang dipresentasikan,
“Kami mendukung pengembangan industri mineral di Sulawesi, khususnya di Sulawesi Tenggara, dengan tetap memperhatikan aturan bisnis dalam menggali hasil sumber daya alamnya, sehingga dapat bermanfaat juga kepada masyarakat di sekitar,” ujar Hasbullah.
Patra Niaga Regional Sulawesi, katanya melanjutkan, selama ini menjadi mitra yang baik dalam bekomitmen dan berkontribusi perihal penyediaan BBM subsidi maupun nonsubisidi sekaligu pemenuhan terhadap kewajiban pembayaran PBBKB tiap tahunnya.
Kemudian, Project Coordinator Utility & Waste Management Pertamina Patra Niaga Pusat, Sofyan Dwi Hadi, menyampaikan materi tentang limbah tambang nikel. Ia mengatakan, limbah tambang nikel merupakan limbah kategori non-B3 yang dapat diolah dan dimanfaatkan menjadi bahan konstruksi dan subbase jalan. (Rus)