Beranda Februari 2024 Harga Nikel Dunia Jatuh, Peneliti Celios Sebut Indonesia Harus Segera Lakukan Evaluasi

Harga Nikel Dunia Jatuh, Peneliti Celios Sebut Indonesia Harus Segera Lakukan Evaluasi

3696
0
Pertambangan nikel Indonesia. (Foto: Freepik.com)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Harga nikel terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Oversupply nikel Indonesia diduga menjadi penyebab jatuhnya harga tersebut.

Berdasarkan rilis Indonesia Nickel Price Index (INPI) yang dikeluarkan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), harga nikel Januari 2024 menyusut sebesar US$16.368,88/dry metrik ton (dmt) dibandingkan Desember 2023 yaitu US$17.653,33/dmt. Penyusutan ini mencapai US$1.284,45/dmt.

Pada 12 Februari lalu, APNI juga mengeluarkan rilis INPI untuk  komoditas nikel ore dengan transaksi CIF. Kandungan 1,2% berada di kisaran US$19,4 – US$22,4/dmt. Nickel ore transaksi CIF kandungan 1,6% berada di kisaran US$32,6 – US$34,6/dmt dan nickle pig iron (NPI) transaksi FOB berada pada kisaran US$112,7 – US$112,7/dmt.

Sementara, dari catatan Trading Economics, harga nikel di pasar global per Rabu (14/02/2024) tercatat berada di level US$ 16.090 per ton. Secara mingguan, harga nikel masih naik 2,14% dan secara bulanan naik tipis 0,80%. Namun bila dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu, harga nikel masih turun 37,90%.

Dilansir dari laman Warta Ekonomi, Peneliti Center of Economic and Law Research (Celios) Fiorentina Refani menerangkan, anjloknya harga nikel dunia jadi tantangan bagi Indonesia agar segera mengurangi produksi atau ekstraksi nikel dalam negeri.

“Jangan sampai Indonesia terlambat memitigasi perubahan tren konsumsi global karena terlalu larut dalam dinamika ini,” ujar Fiorentina, Jumat (16/2/2024). 

Ia menegaskan bahwa pemerintah harus melakukan moratorium pembangunan smelter dan mengevaluasi smelter eksisting. 

“Di Indonesia sendiri, terjadi over eksploitasi critical minerals, salah satunya nikel. Per akhir 2023 saja ada 116 smelters nikel yang beroperasi dan 25 smelter yang masih dalam tahapan konstruksi. Dengan angka produksi yang begitu besar, 90% di antaranya diekspor ke China, alih-alih diproduksi secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor bahan jadi,” katanya.

Selain itu, ia menambahkan, Indonesia harus berani untuk berinovasi dan memulai sektor industri lain yang akan menjadi tren di masa depan. Bentuk-bentuk inovasi ini tidak lepas dari rencana global dalam menangani perubahan iklim transisi energi. 

“Segala sektor industri yang dapat memitigasi perubahan iklim lebih mempunyai masa depan daripada sektor industri ekstraktif yang saat ini diandalkan oleh Indonesia,” ujarnya. 

Fiorentina menyampaikan, Indonesia harus berani untuk berinovasi dan memulai sektor industri lain yang akan menjadi tren di masa depan. Dimana, bentuk-bentuk inovasi ini tidak lepas dari rencana global dalam menangani perubahan iklim transisi energi. 

“Segala sektor industri yang dapat memitigasi perubahan iklim lebih mempunyai masa depan daripada sektor industri ekstraktif yang saat ini diandalkan oleh Indonesia,” ujarnya.  (Lili Handayani)