NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Indonesia Mining Closure Conference (IMCC) 2025 merupakan wadah terstruktur dan kolaboratif dalam membahas isu penutupan tambang di Indonesia yang dinilai semakin mendesak. Demikian ditegaskan Conference Chairman of IMCC 2025, Mangantar S. Marpaung, pada event yang diselenggarakan di Energy Building, Sudirman Central Business District (SCBD), Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, 18-19 November 2025.
Acara nasional perdana yang secara khusus membahas reklamasi dan penutupan tambang ini dihadiri para pemimpin industri, pembuat kebijakan, akademisi, serta praktisi pertambangan dari dalam dan luar negeri.
“Menjadi kehormatan dan kebanggaan bagi saya untuk menyambut Anda di IMCC pertama diadakan di sini, Jakarta,” ujar Marpaung.
Dia menambahkan, konferensi yang diselenggarakan Kekuasaan Aktif Group berkolaborasi dengan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) ini menjadi tonggak baru karena sebelumnya Indonesia hanya memiliki pelatihan-pelatihan teknis reklamasi, bukan konferensi nasional berskala luas. Ia memaparkan sejumlah alasan mengapa konferensi ini penting dan harus digelar secara besar.
Pertama, Indonesia saat ini memiliki sekitar 2.000 tambang aktif, mulai dari skala kecil, menengah, hingga besar. Kedua, 99 persen tambang di Indonesia merupakan tambang terbuka, berbeda dengan banyak negara lain yang menjalankan penambangan bawah tanah.
“Bila Anda ingin nikel di Kanada, Anda harus menggali di bawah tanah. Tetapi, di sini dengan tambang terbuka semua,” jelasnya.

Ketiga, Indonesia memiliki curah hujan sangat tinggi, di beberapa wilayah bahkan mencapai 6.000 mm per tahun. Kondisi ini memperbesar risiko erosi dan limpasan air dari area tambang yang berpotensi mencemari sungai dan pesisir.
“Sekali Anda mengganggu permukaan tanah dan keesokan harinya hujan turun, maka lubang tersebut akan mengalirkan air ke sungai-sungai setempat,” ujarnya.
Indonesia, katanya menekankan, adalah negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Karenanya, negara ini memiliki kerentanan tinggi terhadap penyebaran kontaminasi dari aktivitas pertambangan.
Keempat, Indonesia memiliki hutan hujan tropis dengan tingkat kelembaban tinggi serta ekosistem mikroba yang sensitif terhadap gangguan tanah akibat penambangan.
“Sangat panas dan basah. Panas dan lembab. Jadi, ada banyak mikroba di sekitar kita. Begitu Anda mengganggunya, bakteri tersebut mungkin akan musnah,” ujarnya.
Dalam kesempatan sama, ia memberikan apresiasi kepada seluruh sponsor, antara lain platinum sponsor: Biti Metal Force Samurai International, Biti Palm Mineral, dan Biti Geese Contractor. Gold sponsor: Makarim Teheran, Biti Palmer Persadat Nusantara, dan Hydrobiology. Adapun bronze sponsor: meliputi Biti Adara Tepega, Biti Ajinco Resources, dan BSS.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para exhibitor dan organisasi industri yang turut mendukung penyelenggaraan IMCC, termasuk Aspindo, Pole Metal, Jakarta Mining Club, Indonesia Mining Association, Forum Reklamasi Hutan Pascatambang, APBI, dan Perhapi.
Menutup sambutannya, ia berharap konferensi ini dapat memperkuat praktik reklamasi dan penutupan tambang yang berkelanjutan di Indonesia. (Shiddiq/R)


























