NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, Bahlil Lahadalia, menegaskan, pemerintah tidak akan memberikan toleransi bagi perusahaan tambang yang abai terhadap kewajiban jaminan reklamasi. Kementerian ESDM telah menurunkan 190 izin usaha pertambangan (IUP) dari sistem Mineral One Data Indonesia (MODI) karena tidak memenuhi kewajiban tersebut.
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi XII DPR RI, Selasa (11/11/2025), Bahlil mengatakan, langkah itu merupakan bagian dari upaya pemerintah memperbaiki tata kelola pertambangan nasional, khususnya dalam aspek tanggung jawab pascatambang.

“Bayangkan, orang mau menyusun RKAB tapi tidak kasih jaminan reklamasi. Saya keliling pakai helikopter lihat hasil penambangan setelah tambang ditinggal begitu saja,” ujar Menteri ESDM itu.
Dia menegaskan, jaminan reklamasi merupakan bentuk tanggung jawab moral sekaligus hukum bagi perusahaan tambang. Tanpa dana tersebut, pemulihan lingkungan pascakegiatan tambang tidak akan berjalan dan justru meninggalkan beban bagi masyarakat di sekitar wilayah operasi.
“Kita ini sebentar lagi meninggal, dipanggil Allah swt. Tapi, apakah kita mau tinggalkan penambangan seperti itu kepada anak-cucu kita? Maka, kita tata caranya. RKAB boleh kami kasih, tapi you bayar dong jaminan reklamasi,” tegasnya.
Mantan pengusaha tambang itu menambahkan, pemerintah telah memperbaiki formulasi pembayaran jaminan reklamasi agar lebih proporsional dengan luas lahan dan besaran cadangan yang dikelola perusahaan. Perusahaan tidak bisa membayar jaminan reklamasi seadanya hanya untuk memenuhi syarat administratif.
“Kalau dia mau ambil 100 hektare dengan cadangan yang besar, jangan dia bayar reklamasi dengan seadanya. Syukur alhamdulillah, kalau dia punya hati baik, begitu selesai nambang langsung melakukan reklamasi. Tapi, tidak sedikit yang meninggalkan derita di daerah-daerah itu,” tuturnya.
Lebih lanjut, lelaki kelahiran Kecamatan Banda, 7 Agustus 1976, itu Bahlil menjelaskan, kebijakan penertiban izin usaha pertambangan (IUP) bermasalah juga dilakukan terhadap izin-izin lama yang terbit di bawah kewenangan kepala daerah. Ia mencontohkan, pencabutan empat IUP di Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang diterbitkan pada era bupati lama.
“Empat perusahaan yang saya cabut itu hasil kunjungan kami ke lapangan. IUP-nya dikeluarkan tahun 2004 oleh bupati lama. Saya pikir kita semua harus punya nyali untuk melakukan ini, selama untuk Merah Putih dan Ibu Pertiwi,” katanya.

Ia juga meluruskan isu yang mengaitkan namanya dengan pengelolaan IUP di Raja Ampat. Menurutnya, salah satu IUP di daerah itu merupakan milik BUMN, yakni PT Gag Nikel, anak usaha PT Antam Tbk., yang telah memiliki kontrak karya sejak 1970-an.
“Itu Raja Ampat kan (ada) lima IUP, satu milik BUMN, PT Gag Nikel dari tahun 70-an. Empat lainnya kami cabut karena terbit di era lama. Tapi, dikaitkan seolah-olah saya yang urus. Itu tidak benar,” tegasnya.
Ketua Umum Partai Golkar itu menekankan, kebijakan tegas pemerintah bukan dimaksudkan untuk mencari kesalahan masa lalu, melainkan untuk memperbaiki sistem perizinan tambang agar lebih transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.
“Saya tidak mempermasalahkan masa lalu. Pemerintahan dulu, sekarang, dan ke depan itu satu mata rantai. Yang sudah bagus kita lanjutkan, yang belum bagus kita sempurnakan,” pungkasnya. (Tubagus)






















