NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah resmi mengundangkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 96 Tahun 2021 mengenai Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Regulasi baru ini memperluas akses dan memberikan mekanisme prioritas pemberian izin tambang kepada koperasi, usaha kecil, dan menengah (UKM), badan usaha milik ormas keagamaan, hingga BUMN dan swasta yang bermitra dengan perguruan tinggi.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, penerbitan PP 39/2025 merupakan bagian dari implementasi UU No. 2 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Minerba, sekaligus langkah strategis mempercepat hilirisasi dan pemerataan manfaat sumber daya alam.

PP tersebut dibuat untuk tujuan mendorong partisipasi masyarakat, memperkuat ekonomi daerah, dan memastikan kegiatan pertambangan memberi nilai tambah dalam negeri.
Melalui aturan baru ini, pemerintah menetapkan bahwa wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) dan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) dapat diberikan tanpa proses lelang kepada enam kategori pihak, yakni koperasi, UKM, BUMN, BUMD, badan usaha milik ormas keagamaan, serta perusahaan yang bekerja sama dengan perguruan tinggi atau menjalankan hilirisasi.
Pengajuan dilakukan secara online melalui sistem OSS, kemudian diverifikasi secara administratif dan teknis sebelum mendapat persetujuan dari Menteri ESDM.
Pemerintah menetapkan sejumlah kriteria ketat bagi penerima izin prioritas, antara lain sebagai berikut. Koperasi wajib berbadan hukum dan berlokasi di daerah tambang; UKM harus berbentuk perseroan terbatas milik WNI dan memiliki pengalaman teknis; sementara ormas keagamaan harus memiliki minimal 67 persen kepemilikan saham dan kegiatan ekonomi berkelanjutan.
Kemudian BUMN, BUMD, atau swasta yang bekerja sama dengan perguruan tinggi diwajibkan menyumbang sedikitnya 60 persen keuntungan bersih bagi pengembangan riset dan pendidikan tinggi.

Adapun penerima izin dengan kewajiban hilirisasi harus menyertakan rencana konkret peningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, dan transfer teknologi.
PP 39/2025 juga memperkuat kewajiban pelaku tambang untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri serta mengutamakan tenaga kerja lokal. Seluruh proses perizinan kini wajib dilakukan secara digital dan terintegrasi dengan sistem OSS serta sistem Ditjen Minerba, demi meningkatkan transparansi dan efisiensi birokrasi.
Selain itu, pemerintah menetapkan logam tanah jarang (rare earth elements) sebagai komoditas strategis baru yang diprioritaskan untuk kebutuhan industri dalam negeri, terutama di sektor energi baru dan teknologi tinggi.
Untuk menjamin kepastian usaha, pemegang izin tambang kini dapat mengajkan perpanjangan hingga satu tahun setelah izin berakhir, selama masih menyelesaikan kewajiban administrasi, pembangunan fasilitas tambang, atau reklamasi pascatambang.
Jangka waktu izin operasi produksi juga diperpanjang menjadi 20 tahun dengan dua kali perpanjangan masing-masing 10 tahun, dan dapat mencapai 30 tahun bagi kegiatan yang terintegrasi dengan pengolahan atau pemurnian.
Dengan hadirnya PP No. 39 Tahun 2025, pemerintah berharap pengelolaan sumber daya mineral dan batubara dapat lebih inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan, sekaligus memperkuat peran koperasi, UKM, dan ormas keagamaan dalam pembangunan ekonomi nasional. (Shiddiq)


























