NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah menegaskan ekosisten yang akan dibangun adalah pertambangan yang inklusif, berkeadilan, dan mendorong peningkatan nilai tambah di dalam negeri.
Hal tersebut dikatakan perwakilan dari Direktorat Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selamet, saat memaparkan Rancangan Peraturan Menteri ESDM tentang Pelaksanaan PP No. 39 Tahun 2025 yang dirancang untuk menyesuaikan tata kelola pertambangan nasional dengan kebutuhan hukum terkini, mendukung hilirisasi, serta memperluas pelibatan koperasi, usaha kecil dan menengah (UKM), badan usaha milik ormas keagamaan, dan perguruan tinggi dalam kegiatan usaha pertambangan.
“PP 39 Tahun 2025 menegaskan arah kebijakan pemerintah untuk menghadirkan ekosistem pertambangan yang inklusif, berkeadilan, dan mendorong peningkatan nilai tambah di dalam negeri,” ujar Selamet, Rabu (12/11/2025).

Melalui rancangan Permen tersebut, pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) dan WIUP khusus (WIUPK) kini dapat dilakukan dengan dua mekanisme utama, yakni lelang terbuka dan pemberian prioritas.
Mekanisme prioritas, izin dapat diberikan langsung kepada
1. Koperasi
2. UKM
3. BUMN dan BUMD
4. Badan usaha milik ormas keagamaan
5. BUMN/BUMD atau swasta yang bekerja sama dengan perguruan tinggi, serta
6. Badan usaha yang menjalankan kegiatan hilirisasi atau peningkatan nilai tambah.
Pemberian izin dilakukan secara digital melalui sistem OSS, setelah pemohon memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan finansial, serta menunjukkan komitmen investasi dan kepatuhan lingkungan.
Setiap kategori penerima memiliki kriteria tersendiri. Koperasi dan UKM harus berdomisili di wilayah tambang, memiliki nomor induk berusaha (NIB), dan tenaga ahli bersertifikat. Badan usaha milik ormas keagamaan wajib memiliki minimal 67% kepemilikan saham dan berkomitmen pada pengelolaan sumber daya ekonomi berkelanjutan.
Sementara itu, BUMN atau swasta yang bekerja sama dengan perguruan tinggi diwajibkan memberikan sedikitnya 60% dari keuntungan bersih kepada universitas mitra untuk mendukung riset dan pengembangan pendidikan tinggi.
Rancangan aturan ini juga mengatur batas maksimum wilayah izin, yakni hingga 2.500 hektare bagi koperasi dan UKM, serta 25.000 hektare untuk mineral logam dan 15.000 hektare untuk batubara bagi BUMN, BUMD, atau swasta yang terlibat dalam kegiatan pendidikan maupun hilirisasi.
Selain itu, logam tanah jarang (rare earth elements) dan mineral radioaktif kini masuk dalam kategori komoditas strategis baru yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung energi baru, industri teknologi tinggi, serta sektor kesehatan dan pertanian.

PP 39/2025 juga menegaskan penguatan pengelolaan wilayah pertambangan rakyat (WPR). Gubernur berwenang mengusulkan penetapan WPR kepada menteri dengan luas maksimal 100 hektare per blok. Pemegang izin pertambangan rakyat (IPR) wajib menempatkan jaminan reklamasi sebesar 10% dari hasil penjualan dan melaksanakan pemulihan lingkungan setelah kegiatan tambang selesai.
Dia menambahkan, setiap pemegang izin prioritas diwajibkan membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian di dalam negeri serta menggunakan tenaga kerja lokal.
Seluruh proses izin, verifikasi, dan pelaporan dilakukan secara daring melalui sistem digital Ditjen Minerba untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi publik.
“Melalui digitalisasi perizinan dan keterlibatan berbagai elemen bangsa, pemerintah berharap industri tambang dapat tumbuh berkelanjutan, memperkuat rantai pasok nasional, serta memberikan manfaat ekonomi yang lebih luas,” pungkasnya. (Shiddiq)


























