Beranda Berita Nasional APNI Nilai Moratorium Smelter Jawaban atas Kelebihan Kapasitas Pengolahan di Industri Nikel

APNI Nilai Moratorium Smelter Jawaban atas Kelebihan Kapasitas Pengolahan di Industri Nikel

52
0
Smelter RKEF (ilustrasi) (Foto" Ist)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menilai kebijakan moratorium pembangunan smelter nikel yang tertuang dalam PP No. 28 Tahun 2025 dan Permenperin No. 37 Tahun 2025 merupakan langkah tepat pemerintah dalam merespons kondisi kelebihan kapasitas (overcapacity) di industri nikel nasional.

Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey, mengatakan, kebijakan tersebut menjadi jawaban atas keluhan para pelaku usaha yang sejak lama meminta agar pembangunan smelter baru dikendalikan.

“Pemerintah menjawab keluhan kita, stop dulu bangun smelter baru. Coba dikontrol saja yang sudah ada, yang sudah existing, sehingga terimplementasi terhadap demand dunia dan cadangan kita tidak bolong-bolong,” ujar Meidy, dalam program Market Share yang disiarkan melalui kanal YouTube idx channel, Selasa (11/11/2025).

https://indonesiamineclosure.com/#buy-tickets

Ia menjelaskan, saat ini produksi nikel dunia mencapai 3,81 juta ton metal pada 2025, sementara kebutuhan global hanya sekitar 3,6 juta ton. Kondisi ini menimbulkan surplus produksi, yang sebagian besar disumbang oleh Indonesia dan Tiongkok.

Share China dan Indonesia naik hingga 75% dari total produksi dunia. Ini yang menyebabkan waktu saya di London, Indonesia sampai disebut biang turunnya harga nikel dunia,” ungkapnya.

Ia menambahkan, keberhasilan hilirisasi yang telah dijalankan sejak implementasi UU No. 4 Tahun 2009 memang mendorong pembangunan smelter dalam jumlah besar. Ia mengingatkan agar pemerintah tidak hanya fokus pada nilai investasi semata, melainkan juga pada keseimbangan cadangan bijih dan permintaan pasar.

“Kami takut cadangan tidak cukup walaupun kita nomor satu. Bijih nikel itu kan tidak beranak. Jadi, sudah waktunya pemerintah mengontrol, untuk kebaikan industri dan ekonomi nasional,” tegasnya.

https://event.cnfeol.com/en/event/339
https://event.cnfeol.com/en/event/339

Selain menyoroti aspek pasokan, ia menilai moratorium juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong hilirisasi ke tahap yang lebih tinggi. Ia menyebut, investor baru kini tidak lagi diizinkan memproduksi produk setengah jadi, seperti nickel pig iron (NPI), feronikel (FeNi), nickel matte, atau mixed hydroxide precipitate (MHP).

“Investor baru harus langsung ke produk di atasnya, misalnya nikel sulfat atau stainless steel. Jadi, izin operasinya tidak lagi untuk NPI, feronikel, atau MHP,” jelasnya.

Menurutnya, kebijakan tersebut diharapkan dapat menahan laju pembangunan smelter di tahap awal rantai nilai sekaligus memacu investasi di produk bernilai tambah tinggi, yang memiliki potensi besar untuk ekspor dan mendukung industri baterai kendaraan listrik.

“Kita sudah jadi pemain kunci bahan baku baterai dunia. Sekarang saatnya fokus ke produk yang benar-benar membawa nilai tambah bagi ekonomi dan masyarakat,” pungkasnya. (Tubagus)