NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mendorong agar arah hilirisasi nikel di Indonesia bergerak ke tahap pengolahan lanjutan yang menghasilkan produk bernilai tambah tinggi, seperti nikel sulfat atau stainless steel.
Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey, menjelaskan, kebijakan pemerintah yang baru tidak lagi membuka izin bagi investor untuk membangun smelter yang hanya memproduksi produk antara, seperti nickel pig iron (NPI), feronikel (FeNi), nikel matte, atau mixed hydroxide precipitate (MHP).
“Investor baru sekarang tidak boleh lagi hanya mengolah sampai tahap NPI atau MHP. Harus langsung ke produk di atasnya, misalnya ke nikel sulfat atau stainless steel,” ujar Meidy, di Jakarta, Selasa (11/11/2025).

Menurutnya, kebijakan tersebut merupakan bentuk penataan ulang arah hilirisasi agar Indonesia tidak berhenti di level pengolahan menengah, tetapi mampu menghasilkan produk dengan nilai ekspor lebih tinggi dan memperkuat posisi di rantai pasok global.
“Kalau dulu kita fokus membangun smelter tahap awal, sekarang pemerintah ingin hasil olahan kita naik kelas,” katanya.
Perempuan penyuka warna jingga itu menilai langkah tersebut juga menjadi upaya menjaga keseimbangan antara kapasitas industri dan ketersediaan sumber daya. Dengan mengarahkan investasi ke pengolahan tingkat lanjut, nilai ekonomi dapat ditingkatkan tanpa memperbesar tekanan terhadap cadangan bijih nikel.

“Kita harus berpikir jangka panjang. Jangan hanya bangun pabrik pengolah bijih sebanyak-banyaknya, tapi bagaimana menghasilkan produk yang memberi nilai tinggi bagi ekonomi nasional,” tuturnya.
Ia menambahkan, transformasi hilirisasi ini menegaskan peran Indonesia sebagai pemain global dalam bahan baku baterai dan stainless steel, dua sektor yang kini menjadi sorotan dunia.
“Indonesia saat ini sudah jadi pemain kunci, jadi pemain global untuk satu bahan baku baterai, kedua untuk stainless. Ini yang penting banget,” pungkasnya. (Tubagus)


























