Beranda Berita Nasional APNI Dorong Kebijakan Fiskal yang Lebih Berpihak pada Tambang

APNI Dorong Kebijakan Fiskal yang Lebih Berpihak pada Tambang

258
0
Dewan Penasihat Pertambangan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Djoko Widajatno.

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Industri pertambangan nikel di Indonesia tengah menghadapi tekanan berat akibat anjloknya harga nikel yang sudah dimurnikan. Harga yang sebelumnya mencapai US$30.000/ton kini merosot menjadi sekitar US$15.000/ton, atau turun hingga separuhnya.

Dewan Penasihat Pertambangan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Djoko Widajatno, mengatakan, meskipun begitu, sejumlah pelaku usaha tambang masih berupaya bertahan dengan mengandalkan efisiensi dan optimalisasi proses penambangan. Upaya tersebut memungkinkan perusahaan tetap memperoleh profit margin tipis di kisaran satu digit, meski kondisi pasar tidak menguntungkan.

Namun, penurunan harga itu berdampak pula pada kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban kepada negara. Berdasarkan UU No. 3 Tahun 2020 hingga UU No. 2 Tahun 2025, penambang diwajibkan melaksanakan reklamasi dan menyediakan jaminan pascatambang.

“Kemarin ada sejarah 109 IUP dari 318 terpaksa disuspek karena masih punya utang di jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang,” katanya, di Jakarta, Selasa (28/10/2025).

Ia menilai, dalam kondisi harga yang rendah dan keuntungan yang menipis, pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan rekonsiliasi fiskal bagi sektor pertambangan. Ia pun turut menyinggung pelaku usaha yang tidak pernah menerima insentif tetapi malah dibebani setoran kepada negara.

“Kalau sekarang usaha tidak mendapatkan keuntungan. Apakah harus bayar pajak? Harusnya pemerintah juga memikirkan yang namanya rekonsiliasi. Tetapi, dalam sejarah pertambangan Indonesia, tambang tidak pernah mendapatkan insentif dari pemerintah. Insentif fiskal maupun non-fiskal yang ada kita diburu untuk iuran kepada negara,” ujarnya.

Saat ini, sekitar 64% dari keuntungan bersih perusahaan tambang disetorkan ke negara, sementara hanya 32% yang dapat digunakan untuk reinvestasi, termasuk peremajaan alat dan pengembangan cadangan baru. Namun, angka tersebut dinilai belum cukup untuk mendukung kegiatan eksplorasi jangka panjang.

Ia menegaskan, agar keberlanjutan industri nikel nasional terjaga, pemerintah perlu memberikan ruang eksplorasi lebih luas dan dukungan kebijakan yang berpihak, termasuk insentif bagi perusahaan yang berkomitmen memperpanjang umur cadangan tambang melalui kegiatan eksplorasi berkelanjutan. (Uyun)