NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Implementasi prinsip-prinsip environment, social & governance (ESG) di sektor pertambangan kini menjadi kewajiban mutlak yang tidak bisa dihindari. Prinsip tersebut mencakup tiga komponen utama, yaitu pengelolaan lingkungan, penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3), serta tanggung jawab sosial terhadap masyarakat sekitar.
Direktur Health Safety Environment (HSE) PT Harita Nickel, Tony Gultom, menegaskan, perencanaan teknik tambang merupakan dasar penerapan ESG. Aturan pemerintah hanya menjadi batas minimal, sementara implementasi ESG harus dijalankan secara menyeluruh dan berkesinambungan.
“Dulu terbagi, lingkungan ada, K3 ada, sosial ada. Kalau pembinaannya di minerba ada. Sosial ada pembinaan di pengusahaan. Hanya dulu terpilah satu per satu. ESG itu bagian dari itu, menyatukan, karena tidak bisa kita pisahkan. Tidak bisa kita pilah-pilah lagi, apalagi ada aturannya,” kata Tony di Jakarta, Jumat (24/10).
Ia menambahkan, komitmen perusahaan terhadap ESG dapat dilihat dari kepatuhan terhadap kewajiban dasar, salah satunya penempatan dana jaminan reklamasi. Tanpa kepatuhan tersebut, perusahaan tidak bisa dikatakan menjalankan praktik pertambangan yang bertanggung jawab.
“Kalau jaminan reklamasinya tidak disetor, bagaimana bisa beyond? Dulu banyak perusahaan mementingkan produksi, itu tidak bisa lagi seperti itu. Seperti RKAB, itu kan produksi, tapi kalau dana reklamasi tidak ditempatkan, jaminan tidak ada, bagaimana RKAB mau disetujui,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Perlindungan Lingkungan Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Horas Pasaribu, menegaskan bahwa pemerintah kini tidak lagi memberi toleransi kepada perusahaan tambang yang mengabaikan prinsip ESG, termasuk soal kewajiban penempatan jaminan reklamasi.
“Kalau ESG baik tentu enggak ada yang kena sanksi. Setiap IUP harus tempatkan jaminan reklamasi. Bukan untuk pemerintah, tapi akan kembali lagi ke perusahaan jika sudah terbukti laksanakan reklamasi sesuai dokumen yang telah disetujui,” ujar Horas.
Ia menambahkan, dalam Permen ESDM No. 17 Tahun 2025, jaminan reklamasi menjadi syarat utama dalam pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
“Ini demi peningkatan penerapan ESG dan pada akhirnya untuk kepentingan negara. Kita siap hadapi. Itu untuk kepentingan NKRI,” tegasnya.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, menilai regulasi lingkungan di Indonesia sudah tergolong ketat dibandingkan banyak negara lain. Ia mengatakan, penerapan ESG bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi juga menjadi faktor penting bagi keberlanjutan bisnis pertambangan.
“Faktor ESG itu inheren dengan kegiatan pertambangan. Kita berbicara beyond compliance, termasuk Harita Nickel yang sudah menunjukkan beyond compliance untuk mencapai target melebihi yang ditetapkan pemerintah,” kata Hendra.
Menurut Hendra, penerapan ESG juga berpengaruh terhadap penerimaan masyarakat, citra perusahaan, serta peluang pendanaan dan kemitraan bisnis. (Tubagus)
























