Beranda Berita Nasional Inassda 2025: Struktur Baja Nirkarat Berubah, Nikel Masih Jadi Primadona

Inassda 2025: Struktur Baja Nirkarat Berubah, Nikel Masih Jadi Primadona

252
0
Country Manager Shanghai Metal Market, Vincent Liao.

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Industri baja nirkarat (stainless steel) global diperkirakan akan mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun mendatang. Perubahan ini mencakup perlambatan pertumbuhan produksi, peningkatan standar lingkungan, hingga pergeseran struktur seri baja nirkarat yang akan berdampak langsung terhadap permintaan bahan baku, termasuk nikel yang menjadi komoditas andalan Indonesia.

Country Manager Shanghai Metal Market, Vincent Liao, mengatakan, sejak 2018 hingga 2025, industri baja nirkarat dunia tumbuh stabil dengan rata-rata 3% per tahun. Namun, setelah periode ekspansi panjang, pasar global kini mulai menunjukkan tanda kelebihan kapasitas, sehingga profit industri menurun dan kompetisi bergeser dari sekadar volume menjadi efisiensi.

“Kebijakan lingkungan yang lebih keras, terutama adanya mekanisme pengaduan tentang perlindungan karbon, yang saya percaya telah semkin luas hari ini, menetapkan nilai terbaru untuk akses pasar. Pada masa depan, performa lingkungan bakal menjadi sumber kompetitif. Meskipun global stainless steel output akan terus berkembang, perkembangan akan berbeda antara seri,” katanya dalam acara Indonesia Stainless Steel Development Association (Inassda), di Jakarta, Selasa (21/10/2025).

Liao menambahkan, pertumbuhan produksi baja nirkarat dunia diproyeksikan hanya sekitar 1% per tahun hingga 2030. Struktur produk juga akan berubah, di antaranya seri 300, akan mendominasi dengan pangsa 59%, sementara seri 200 menurun ke 20% dan seri 400 tetap stabil di sekitar 20%.

Sementara itu, dari bahan baku, kromium akan mengalami peningkatan permintaan, sementara kebutuhan mangan diprediksi menurun setelah tahun 2025. Sebaliknya, permintaan terhadap nikel justru meningkat, seiring dengan dominasi seri 300 yang mengandung kadar nikel lebih tinggi.

“Seri 304 akan tetap menjadi bahan utama, tetapi pertumbuhannya mulai melambat. Seri 316 dan jenis seri 300 lainnya yang bernilai tinggi akan semakin diminati, terutama karena ketahanan dan efisiensi produksinya,” jelasnya.

Selain itu, dari aspek biaya produksi, menurut dia, sejak 2022 hingga 2025 biaya produksi baja nirkarat menurun sekitar 23% akibat normalisasi pascapandemi dan stabilisasi harga energi. Akan tetapi, ia menilai bahwa tren harga bahan bakar rendah akan menjadi “normal baru” dalam beberapa tahun ke depan.

Vincent, begitu ia biasa disapa di Indonesia, juga menyoroti peran penting Indonesia dalam rantai pasok global, terutama sebagai pemasok bahan baku nikel untuk industri baja nirkarat dan baterai kendaraan listrik. Produksi bijih nikel Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari 500 ribu ton pada 2050, sementara kapasitas produksi nickel pig iron (NPI) saat ini berada di kisaran 200 ribu ton per tahun.

“Ada banyak perusahaan China menggunakan bahan bakar yang murah dari Indonesia. Lalu, menggunakan bahan bakar untuk menghasilkan mixed hydroxide precipitate (MHP) yang kemudian dijual ke pasar global, termasuk LME,” tutupnya. (Uyun)