Beranda Berita Nasional Prof. Evvy: Jangan Hanya Jual Bahan Mentah, Indonesia Harus Kuasai Prekursor hingga...

Prof. Evvy: Jangan Hanya Jual Bahan Mentah, Indonesia Harus Kuasai Prekursor hingga Katoda Baterai

193
0
Founder of National Battery Research Institute (NBRI), Prof. Evvy Kartini. (Kanan)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Indonesia seharusnya dapat lebih berani melompat dari sekadar pemasok bahan mentah menjadi pemain utama dalam rantai pasok baterai global karena Indonesia yang saat ini sudah berada pada jalur hilirisasi.

Founder of National Battery Research Institute (NBRI), Prof. Evvy Kartini, mengatakan, Indonesia saat ini sudah berada pada jalur hilirisasi sejak pelarangan ekspor ore dan pembangunan smelter. Namun, nilai tambah yang diperoleh masih sangat kecil dibandingkan potensi sebenarnya.

“Dari nickel ore ke mixed hydroxide precipitate (MHP) nilai tambahnya hanya 10 kali. Tetapi, kalau kita lanjutkan ke nikel sulfat bisa 14 kali, prekursor 30 kali, katode 55 kali, bahkan hingga 150 kali jika menjadi baterai dan 350 kali jika menjadi kendaraan listrik,” kata Evvy dalam acara Indonesia Green Mineral Investment Forum (IGMIF) 2025, di Kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Jakarta, Kamis (2/10).

Namun, kata dia, sangat disayangkan sebagian besar nilai tambah tersebut masih dinikmati negara lain karena produk Indonesia berhenti di level menengah dan diekspor kembali dalam bentuk baterai atau kendaraan listrik jadi.

“Kita punya nikel, sudah sampai MHP, lalu dikirim keluar. Kita beli lagi baterainya. Nilai tambahnya cuma 10 kali, sisanya tailing yang tinggal di sini,” ujarnya.

Menurutnya, salah satu peluang terbesar Indonesia adalah produksi prekursor battery key material (BKM) yang merupakan bahan utama katode baterai litium-ion.

“Indonesia bukan hanya punya cadangan nikel terbesar di dunia, tapi juga bisa menjadi eksportir BKM terbesar dunia,” tuturnya.

Akan tetapi, untuk melanjutkan ke produksi katode, Indonesia masih terkendala pasokan litium. Ia pun menyarankan adanya kemitraan strategis dengan negara lain, seperti Australia, yang memiliki cadangan litium besar.

Dirinya juga menekankan pentingnya penguasaan teknologi dan pengembangan SDM dalam sektor baterai. Melalui NBRI, ia mengaku telah mengembangkan berbagai inovasi, termasuk produksi prekursor dan katode skala pilot dari sumber daya lokal yang kualitasnya sudah setara material komersial dari luar negeri.

“Kalau orang lain bisa, kenapa kita tidak bisa? Teknologinya tidak terlalu sulit. Kita sudah buktikan bisa buat prekursor dan katode sendiri,” ucapnya.

Selain itu, ia turut mengingatkan pemerintah agar memastikan investasi asing di sektor baterai tidak hanya membawa modal dan pabrik, tetapi juga transfer teknologi dan kontribusi terhadap riset nasional.

“Kalau Indonesia terlambat membangun kapasitas R&D, kita akan selamanya jadi pemasok bahan baku, bukan pusat inovasi teknologi,” tandasnya. (Uyun)