Beranda Berita Nasional GEM China: Indonesia Berpotensi Jadi Pusat Daur Ulang Baterai Global

GEM China: Indonesia Berpotensi Jadi Pusat Daur Ulang Baterai Global

533
0
Deputy Director of GEM Central Research, Wang Yaning. (kanan)

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Perusahaan teknologi daur ulang global asal China, GEM Co. Ltd, menilai, Indonesia tidak hanya berpotensi menjadi pusat smelter nikel dunia, tetapi juga pusat daur ulang material energi, seperti nikel, kobalt, mangan, dan lithium dari baterai bekas pakai.

Deputy Director of GEM Central Research, Wang Yaning, mengatakan, pertumbuhan pesat kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dan penyimpanan energi global akan memicu ledakan limbah baterai dalam beberapa tahun mendatang.

“Dari 2025 hingga 2060 jumlah baterai yang memasuki masa akhir pakai akan meningkat hingga 45 kali lipat. Jika tidak ditangani dengan benar, limbah ini bisa mencemari lingkungan secara serius,” kata Wang dalam acara Indonesia Green Mineral Investment Forum (IGMIF) 2025, di Kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Jakarta, Kamis (2/10).

Menurut dia, masa pakai baterai litium rata-rata hanya 8 hingga 10 tahun sehingga dengan adanya peningkatan produksi EV global maka kebutuhan terhadap material baru dan kemampuan daur ulang menjadi dua tantangan utama industri. Ia menjelaskan bahwa solusi strategis untuk menjawab dua tantangan tersebut adalah recycling-based supply chain.

“Jika kita mampu mengembalikan nikel, kobalt, mangan, dan litium dari baterai bekas, maka kita menyelesaikan dua masalah sekaligus: mengurangi limbah dan menyediakan pasokan material energi secara berkelanjutan,” ujarnya.

GEM saat ini telah memiliki basis industri di Morowali, Sulawesi Tengah, yang memproses mixed hydroxide precipitate (MHP) menjadi nikel sulfat, prekursor, dan katode baterai. Pada akhir tahun ini, perusahaan menargetkan penyelesaian fasilitas produksi material katode secara penuh. Tak hanya berhenti di hilirisasi primer, GEM juga tengah membangun International Green Industrial Park (IGIP) yang sebagian besar energinya akan disuplai dari panel surya.

“Melalui kawasan industri hijau ini, kami akan mengurangi emisi karbon hingga 3 juta ton per tahun. Seluruh rantai industri mulai dari MHP, prekursor, baterai, hingga recycling akan terintegrasi di satu lokasi,” paparnya.

Ia menuturkan, terkait tantangan teknis pengolahan ribuan jenis baterai bekas, GEM telah mengembangkan sistem robotik untuk pembongkaran otomatis serta teknologi ekstraksi berbasis hidrometalurgi.

“Kami telah mencapai tingkat pemulihan material hitam (black mass) di atas 99% dengan kemurnian 98%, serta mengurangi konsumsi energi sebesar 30% dan biaya hingga 40%,” tuturnya.

Selain itu, GEM juga mengklaim mampu mendaur ulang material berbasis lithium ferro phosphate (LFP), yang selama ini dinilai kurang ekonomis untuk diproses ulang. Selanjutnya, GEM bekerja sama dengan pemerintah Indonesia, ITB, dan Central South University (CSU) Tiongkok dalam program pertukaran talenta dan riset untuk memperkuat fondasi teknologi.

“Sejak 2019, sudah lebih dari 180 pelajar Indonesia mengikuti program ini. Target kami adalah mencetak 100 doktor teknologi dan 10.000 tenaga ahli pada 2030,” ucapnya.

Dirinya juga memastikan bahwa kolaborasi antara Indonesia – Tiongkok akan menjadi kunci bagi masa depan industri baterai dan energi baru.

“Dengan sinergi kedua negara, Indonesia tidak hanya akan menjadi produsen nikel terbesar, tetapi juga pemain utama global dalam teknologi daur ulang dan ekonomi sirkular,” pungkasnya. (Uyun)