Beranda Asosiasi Pertambangan APNI Minta Regulasi ESG Disusun Berdasarkan Kebutuhan Industri dan Daerah

APNI Minta Regulasi ESG Disusun Berdasarkan Kebutuhan Industri dan Daerah

251
0
Sekretaris Umum (Sekum) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey.

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Pelaku usaha pertambangan menilai pemerintah perlu membuka ruang masukan lebih luas terkait pengaturan environment, social, and governance (ESG). Mereka menekankan bahwa standar implementasi harus disusun berdasarkan karakteristik tiap daerah dan kebutuhan industri, bukan sekadar mengikuti tren global.

Sekretaris Umum (Sekum) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, menyampaikan, pengalaman masa lalu menunjukkan pelaku usaha mampu menawarkan solusi yang meningkatkan penerimaan negara. Ia mencontohkan perjuangan penetapan formula harga berbasis royalti nasional yang dulu sempat dianggap mustahil.

“Kami dulu dikontrol banget oleh smelter lokal yang notabene asing. Waktu itu kami mengatakan, kalau seperti ini tidak benar, transaksi suka-suka mereka. Kami ajukan ke Pak Menteri untuk bikin harga sendiri berbasis internasional tapi dengan formulasi kita,” ungkapnya dalam sebuah acara di Jakarta, Selasa (30/9/2025).

Saat itu, katanya melanjutkan, perjuangan untuk penetapan formula harga memakan waktu panjang dan resistensi yang besar. Selain itu, ia juga memaparkan peran asosiasi dalam memperjuangkan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) agar dievaluasi lebih cepat.

“Itu perjuangan luar biasa, tiga tahun bahkan dijemurin dan di-bully. Tapi, alhamdulillah, akhirnya berhasil dan dituangkan dalam aturan. Dan, itu meningkatkan penerimaan royalti secara signifikan,” katanya.

“RKAB itu kami ajukan lima tahun, tapi disetujui tiga tahun. Dulu semua perusahaan ngajuin, bagaimana SDM mengevaluasi dokumen setebal itu tanpa digitalisasi?” sambungnya.

Terkait ESG, ia menilai bahwa banyak aspek keberlanjutan sebenarnya telah diterapkan pelaku usaha, hanya belum diperhatikan sebagai bagian dari tata kelola.

“ESG ini nggak ada undang-undangnya di dunia. Ini hanya kebutuhan permintaan market, tapi kita ambil positifnya, kita memang harus mengimplementasikan ESG,” jelasnya.

Dirinya pun berharap pemerintah tidak menyusun kebijakan ESG secara sepihak dan mengedepankan pendekatan sektoral yang berkeadilan.

“Sebelum aturan diterapkan, mesti ada obrolan dengan seluruh stakeholder. Jangan sampai implementasi hanya jadi formalitas dokumen tanpa dampak riil di lapangan,” pungkasnya. (Uyun)