NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Indonesia mendapatkan julukan raja nikel dunia lantaran memiliki cadangan nikel terbesar dunia sekaligus produsen nikel terbesar. Dengan memiliki cadangan nikel terbesar, aktivitas pertambangan nikel di Indonesia juga harus memperhatikan sejumlah aspek, terutama dampak lingkungan untuk memaksimalkan hal tersebut.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, mengatakan, industri nikel di Indonesia secara keseluruhan memiliki prospek yang bagus. Hal ini juga didukung komitmen pemerintah terkait hilirisasi nikel hingga industri kendaraan listik atau electric vehicle (EV) global yang diprediksi akan berkembang terus, meski ada pelambatan.
“Kita memang menguasai sebagian cadangan nikel dunia dan industri EV membutuhkan baterai yang sebagian besar komponennya dari nikel. Saya kira prospeknya cukup baik,” kata Komaidi dalam keterangan tertulis, Selasa (22/9).
Ia menambahkan, saat ini industri baterai EV dan teknologi EV berkembang. Meskipun untuk pembuatan baterai bisa menggunakan bahan baku lain, tetap saja nikel masih terpakai meskipun tidak sebesar sebelumnya.
“Saya kira kita perlu awareness untuk memanfaatkan peluang ini. Tetapi, momentum ini seharusnya tidak mengesampingkan kaidah-kaidah pertambangan yang baik dan sustainable,” tuturnya.
Diketahui, berdasarkan data Neraca Sumber Daya dan Cadangan Mineral dan Batu Bara Indonesia Tahun 2025 yang dirilis Badan Geologi Kementerian ESDM dengan data terkahir Desember 2024, total jumlah cadangan bijih nikel pada tahun 2024 tercatat 5.931 miliar ton. Keseluruhan tersebut terdiri dari cadangan terkira 3.818 miliar ton dan cadangan terbukti sebesar 2.095 miliar ton. Disimpulkan produksi bijih nikel per tahun diestimasikan sebesar sebesar 173 juta ton seperti data pada tahun 2024, sisa umur cadangan nikel di Indonesia diperkirakan hanya sampai 34 tahun. (Uyun)