Beranda Berita International Kolaborasi Regional Jadi Kunci Pengembangan Ekosistem EV ASEAN

Kolaborasi Regional Jadi Kunci Pengembangan Ekosistem EV ASEAN

234
0
Diskusi Panel Acara AEIS 2025 di Aston Kartika Hotel grogol, Jakarta Barat, Rabu (3/9/2025)
https://event.cnfeol.com/en/evenat/333

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Kolaborasi lintas negara menjadi sorotan utama dalam sesi diskusi panel 2nd Automotive Electrical Indonesia Summit (AEIS) 2025 yang digelar di Hotel Aston Kartika Grogol, Jakarta Barat, Rabu (3/9/2025).

Para pemangku kepentingan dari berbagai sektor menekankan pentingnya konektivitas, strategi bisnis regional hingga model layanan energi untuk memperkuat ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Asia Tenggara.

https://www.fastmarkets.com/events/international-critical-minerals-and-metals-summit-indonesia/

Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, menekankan bahwa arah kebijakan industri mineral harus diselaraskan dengan kebutuhan pasar.

“Ini berarti kolaborasi dan koneksi. Kita dapat mencoba membuat kebijakan standar yang berlaku di seluruh negara penghasil mineral. Intinya, apa yang dibutuhkan pasar dari kita. Buatlah konektivitas dan cobalah untuk terhubung dengan seluruh pemangku kepentingan,” paparnya.

Sementara itu, Battery R&D Specialist Gotion High-Tech, Dimas Yunianto Putro, menilai potensi pasar Indonesia sangat besar untuk menjadi basis produksi EV di ASEAN.

“Satu negara tidak bisa melakukan semua hal. Kita perlu berbagi tugas. Indonesia memiliki pasar terbesar di Asia Tenggara dan dukungan bahan baku baterai berbasis nikel. Bahkan, kami sudah mengekspor baterai roda dua ke Filipina,” jelas Dimas.

Ia menambahkan, dalam tiga hingga empat tahun ke depan, strategi bisnis regional akan makin jelas dengan target pasar EV yang kian tumbuh di Indonesia.

Sementara itu, dari perspektif keberlanjutan, Head of Sustainability Nickel Industries Limited, Muchtazar, M.S., menekankan perlunya kerja sama internasional.

“Indonesia tidak memiliki semua jenis logam penting untuk baterai, seperti litium. Karena itu, kita perlu berkolaborasi dengan negara ASEAN lain, sekaligus menarik investasi di pengolahan nikel. Produk seperti nikel matte dan MHP bisa diolah lebih lanjut di Thailand atau Vietnam,” katanya.

Hal senada diungkapkan General Counsel, Global Legal & Strategy CATL, John Kwon, yang menekankan integrasi rantai pasok global.

https://inassda.org/event/inassda-full-day-seminar-on-stainless-steel/
https://inassda.org/event/inassda-full-day-seminar-on-stainless-steel/

“Otomotif adalah bisnis global. Toyota misalnya, memproduksi hampir satu juta mobil di Indonesia, tetapi 60% diekspor. Indonesia perlu menawarkan keunggulan strategis, seperti tarif pajak rendah, subsidi jangka panjang, atau akses industri murah. Hilirisasi nikel bisa diproses di sini, lalu dipasok ke negara tetangga, seperti Malaysia atau India,” ungkap Kwon.

Dari sisi pengguna, Director of Operations and Safety Transjakarta, Daud Joseph, menawarkan model bisnis berbasis layanan energi.

“Daripada menjual baterai, lebih baik produsen bekerja sama dengan industri pengisian daya. Operator bus tidak perlu memiliki baterai sebagai aset, cukup membeli energi baterai sebagai layanan,” sarannya.

Diskusi panel AEIS 2025 tersebut menegaskan bahwa Indonesia memiliki peluang besar menjadi pusat pertumbuhan EV di kawasan. Namun, keberhasilan itu hanya bisa terwujud melalui kolaborasi regional, investasi strategis, dan inovasi model bisnis yang berkelanjutan. (Shiddiq)