

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Isu penambangan ilegal menjadi sorotan utama dalam Focus Group Discussion (FGD) Keterlibatan Pemangku Kepentingan dalam Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nikel yang diselenggarakan Perhapi di Hotel Ayana MidPlaza, Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, menegaskan bahwa praktik tambang ilegal masih menjadi hambatan besar dalam penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) di sektor nikel.

“Beberapa bulan terakhir APNI sering menghadapi aksi protes masyarakat maupun LSM, khususnya di wilayah Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara. Aksi itu muncul akibat dampak pencemaran lingkungan dari aktivitas penambangan ilegal yang mencemari sungai dan mengganggu kehidupan warga,” ujar Meidy dalam paparannya.
Menurutnya, kondisi tersebut bahkan membuat sejumlah warga yang memprotes penambangan ilegal justru berhadapan dengan proses hukum.

“Ada sebelas masyarakat yang saat ini dipenjara karena melakukan aksi protes. Ini fakta di lapangan yang sedang kami perjuangkan,” jelasnya.
Meidy menambahkan, implementasi ESG di industri nikel tidak bisa hanya berhenti pada tataran konsep atau standar global, melainkan harus menyentuh realitas di lapangan.

“Kalau kita bicara dekarbonisasi, ya kita harus bereskan dulu masalah di bawah. Jangan sampai masyarakat terus ribut, LSM terus ngoceh, sementara praktik ilegal masih jalan,” tegasnya.
APNI, lanjut dia, telah mengkaji 57 regulasi lintas sektor yang terkait dengan pertambangan, mulai dari lingkungan hidup, kehutanan, kesehatan, hingga ketenagakerjaan. Dari regulasi tersebut, masih terdapat sejumlah celah yang perlu disinkronkan dengan standar ESG internasional seperti IRMA, RMI, dan Nickel Institute.

“Gap ini yang sedang kami diskusikan. Kami ingin peta jalan dekarbonisasi yang realistis, tidak hanya mengikuti pasar, tetapi juga menyelesaikan persoalan mendasar: dampak lingkungan, hak masyarakat, hingga keselamatan kerja,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan LSM dan masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan, mengingat organisasi tersebut kerap memiliki data lapangan yang lebih rinci.

“NGO itu sering turun langsung ke lapangan, sementara kami banyak menerima laporan lewat dokumen. Jadi kita perlu gandeng semua pihak agar solusi benar-benar tepat,” ucapnya.
Meidy menutup dengan menekankan bahwa tujuan utama APNI adalah menjembatani seluruh pemangku kepentingan, mulai dari masyarakat, pelaku tambang, smelter, hingga kontraktor, agar transformasi menuju industri nikel rendah karbon benar-benar bisa berjalan adil dan berkelanjutan. (Shiddiq)