
NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Peningkatan kompetensi dan strategi adaptif dalam menghadapi tantangan industri pertambangan global sangat penting, meskipun sekarang ini pertambangan sekarang ini mengalami perlambatan yang signifikan akibat dinamika harga global dan geopolitik internasional.
Hal itu diungkapkan Ketua Dewan Pembina Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) yang juga Chairman Indonesian Mining Institute (IMI), Prof. Dr. Ir. Irwandy Arif, M.Sc., pada hari pertama Training to Miners (TTM) APNI 2025, di Hotel Redtop, Pecenongan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).
“Pendekatan pelatihan ini sangat praktis, sehingga diharapkan para peserta dapat langsung menerapkannya di lapangan. Materi yang diberikan mencakup aspek-aspek teknis, seperti RKB, B40, royalti, hingga pelaporan,” ujar penulis buku Nikel Indonesia ini—terbitan Gramedia Pustaka Utama, tahun 2018—di hadapan para peserta pelatihan.

Ia juga menyoroti kondisi terkini sektor pertambangan nasional, khususnya batu bara dan nikel.
“Pertambangan batu bara dan nikel saat ini sedang slow down. Harga menurun karena permintaan baja global yang menurun. Ini berdampak langsung ke hulu, termasuk nikel matte dan nickel pig iron (NPI),” jelasnya.
Prof. Irwandy menambahkan, penurunan drastis profit di sektor batu bara. Contohnya, lanjutnya, PT Bukit Asam pada 2022 mencatat laba bersih Rp12,1 triliun, turun menjadi Rp6,1 triliun pada 2023, dan hanya Rp5,1 triliun pada 2024. Proyeksi 2025, kemungkinan tinggal Rp1,5 triliun.

Namun, ia menyebutkan, sektor emas justru menunjukkan tren positif. Pendapatan dari tambang emas luar biasa. Sampai Juni 2025, profitnya sudah mencapai Rp5,1 triliun. Karena, emas menjadi komoditas yang stabil di tengah ketidakpastian global.
Tantangan
Prof. Irwandi juga memaparkan data terkini cadangan mineral Indonesia. Berdasarkan data hingga Juli 2025 dari Kementerian ESDM, Indonesia memiliki potensi mineral sangat besar.
“Cadangan batu bara kita mencapai nilai sekitar US$3-4 triliun, dua pertiganya berasal dari batu bara. Untuk nikel, cadangan bijih mencapai 5,9 miliar ton dan produksi tahunan mencapai 250 juta ton,” ungkapnya.

Namun, cadangan yang besar tidak akan bernilai tanpa kemampuan pengelolaan yang baik. Oleh sebab itu, ia mendorong peserta untuk terus meningkatkan kompetensi melalui pelatihan-pelatihan teknis yang konstruktif.
“Paket pelatihan ini tidak akan cukup jika tidak dilengkapi dengan pelatihan lanjutan. Kompetensi akan menentukan keberhasilan perusahaan dalam jangka panjang,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya peran APNI dalam menyebarkan informasi strategis mengenai tantangan industri nikel dan taktik perusahaan dalam menghadapi tantangan, seperti environment, social, dan givernance (ESG).

“APNI telah mengadakan konferensi membahas bagaimana strategi perusahaan nikel menghadapi tantangan ESG. Ini penting agar industri kita tetap kompetitif,” tambahnya.
Mengakhiri sambutannya, Prof. Irwandy menyampaikan optimisme terhadap masa depan pertambangan Indonesia, namun tetap mengingatkan agar seluruh pemangku kepentingan berhati-hati dan adaptif dalam mengambil langkah.
“Kondisi pertambangan kita masih baik, tapi kita harus tetap waspada dan hati-hati,” tutupnya. (Shiddiq)
