Beranda Berita Nasional Eksplorasi Mineral: Kunci Masa Depan Hilirisasi dan Ketahanan Mineral Kritis Indonesia

Eksplorasi Mineral: Kunci Masa Depan Hilirisasi dan Ketahanan Mineral Kritis Indonesia

347
0
Ketua IAGI sekaligus Presiden Direktur PT Geo Fix Indonesia, STJ Budi Santoso, dalam acara ICM 2025, Pullman Hotel, Jakarta, (3-5/6/2025).

NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Eksplorasi mineral menjadi syarat mendesak dalam menghadapi tantangan inventarisasi mineral kritis dan agenda hilirisasi sumber daya di Indonesia. Hal ini ditekankan oleh Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) sekaligus Presiden Direktur PT Geo Fix Indonesia, STJ Budi Santoso, dalam paparannya pada acara Indonesia Critical Minerals Conference (ICMC) 2025 yang berlangsung di Hotel Pullman Jakarta Central Park, Jakarta Barat, selama tiga hari, 3–5 Juni 2025.

Mengangkat tema “Eksplorasi: Prasyarat Mendesak untuk Menghadapi Inventarisasi Mineral Kritis dan Hilirisasi di Masa Depan Indonesia”, Budi menegaskan pentingnya eksplorasi agresif dan sistematis untuk mendukung percepatan produksi dan eksploitasi sumber daya mineral nasional.

“Untuk mendukung produksi yang cepat dan meningkat, eksplorasi yang agresif untuk menemukan dan penggantian sumber daya baru yang andal sangat dibutuhkan. Ini ibarat menaiki eskalator yang turun, maka kita harus terus berusaha hanya untuk mempertahankan posisi, apalagi jika ingin melangkah lebih jauh,” tegasnya.

Eksplorasi mineral, sambungnya, merupakan bisnis berisiko tinggi yang membutuhkan kreativitas dan pendekatan multidisiplin, mencakup geologi, geokimia, geofisika, metalurgi, dan pertambangan.

“Eksplorasi tidak hanya soal teknik dan alat, tetapi juga tentang mengatasi ketidakpastian dalam batas pengetahuan geologi dan geofisika. Kreativitas sangat diperlukan untuk menemukan sesuatu yang selama ini terlewatkan,” jelasnya.

Menurut Ketua IAGI Periode 2023 – 2026 itu, pendekatan eksplorasi dibagi menjadi dua kategori besar: eksplorasi oportunistik dan eksplorasi strategis. Eksplorasi oportunistik biasanya berada pada wilayah green field dan brown field, sedangkan eksplorasi strategis lebih terarah dan berbasis pada target jangka panjang yang spesifik, seperti endapan tembaga porfiri dengan ukuran dan kadar tertentu.

Ia menekankan, eksplorasi yang sistematis dan komprehensif menjadi landasan penting dalam perencanaan mineral strategis, terutama dalam rangka pengembangan industri hilirnya.

“Data eksplorasi yang akurat memungkinkan pemerintah menilai ketersediaan sumber daya, menarik investasi, serta mengembangkan infrastruktur pendukung, seperti jaringan transportasi dan energi untuk operasi pertambangan,” ungkapnya.

Ia juga mencatat, sebagian besar lokasi mineral di Indonesia ditemukan sejak tahun 1980-an oleh perusahaan asing dan membutuhkan pendekatan baru berbasis ilmu kebumian dan teknologi agar lebih ekonomis dan berkelanjutan.

Tantangan Kompleks

Budi menyebutkan, eksplorasi modern kini menghadapi tantangan yang kompleks, termasuk isu lingkungan, kedalaman deposit, kompleksitas geologi, dan panjangnya waktu tunggu (lead time) dari penemuan hingga produksi.

Lead time dari penemuan sampai ke tahap produksi bisa memakan waktu bertahun-tahun, tergantung pada izin, pembiayaan, pengembangan infrastruktur, hingga fluktuasi harga komoditas,” jelasnya.

Sebagai solusi, ia menggarisbawahi pentingnya pemanfaatan teknologi canggih, seperti pembelajaran mesin (ML), kecerdasan buatan (AI), dan penginderaan jauh (remote sensing), serta penerapan metode eksplorasi non-invasif, seperti ground penetrating radar (GPR) untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi eksplorasi. (Shiddiq)