
NIKEL.CO.ID, JAKARTA — Pengembangan industri hilirisasi nikel untuk meningkatkan kualitas ekspor Indonesia. Produk-produk unggulan Indonesia, seperti nikel, perlu dikembangkan untuk memperkuat posisi Indonesia di pasar global.
Hal itu ditekankan Sekretaris Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan RI, Olvy Andrianita, dalam kata sambutannya pada acara bertema “Konsinyering Analisis Potensi Komoditas Nikel sebagai Subjek Kontrak Berjangka untuk dapat Diperdagangkan di Bursa Berjangka”, di Merlynn Park Hotel, Jakarta, Rabu (18/12/2024).
Bappebti menyelenggarakan diskusi tersebut juga mengundang Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), yang diwakili Sekum APNI, Meidy Katrin Lengkey, Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara dan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktur Utama PT Bursa Berjangka Jakarta, Direktur Utama PT Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, Direktur Utama PT Indo Bursa Karisma Berjangka, dan PT Aneka Tambang Tbk.
Olvy juga mengutip arahan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Perdagangan, Budi Santoso, yang menekankan pentingnya mengembangkan produk-produk unggulan Indonesia, seperti nikel.
“Jika kita mencermati arahan Bapak Presiden, pemerintah ke depan ingin mengembangkan swasembada energi, hilirisasi industri, serta meningkatkan kualitas ekspor. Salah satu produk unggulan Indonesia yang memiliki potensi besar adalah nikel,” ujarnya.
Ia juga menyatakan, meski Indonesia memiliki potensi besar sebagai produsen utama nikel, negara kita belum mampu menciptakan referensi harga nikel yang dapat diperdagangkan di pasar global.
“Produk nikel kita, barang kita, harusnya kita yang memproduksi, kita yang mengelola, dan kita juga yang menetapkan harga,” lanjutnya.
Dia menyoroti, meskipun telah mengirimkan nikel ke bursa internasional, seperti London Metal Exchange (LME), Indonesia masih kalah dalam hal pengelolaan dan penetapan harga nikel tersebut.
Hal ini, menurutnya, mirip dengan pengalaman Indonesia dengan komoditas minyak sawit mentah (CPO), yang meskipun diproduksi di Indonesia, harga internasionalnya ditentukan oleh negara lain.
“Jangan sampai kasus CPO terulang. Barang kita, kita yang harus menetapkan harga,” tegasnya.
Namun, ia optimistis Indonesia mampu mengelola dan mengembangkan bursa berjangka nikel yang sebanding dengan bursa internasional. Meski Bursa Berjangka Indonesia belum sebesar bursa internasional, dia percaya dengan langkah konkret dan kerja sama yang baik antara Bappepti, pemerintah, dan pelaku industri, Indonesia dapat memperkuat posisi dalam perdagangan komoditas nikel.
“Melalui pertemuan ini, kita ingin memastikan bahwa perdagangan berjangka nikel di Indonesia bisa berkembang dengan lebih baik. Meskipun bursa kita belum sebesar bursa internasional, bukan berarti kita tidak memiliki potensi untuk tumbuh. Kita harus terus berupaya untuk memperbaiki infrastruktur dan regulasi untuk mendukung perdagangan berjangka komoditas,” tuturnya.
Bappebti, lanjutnya, telah memasukkan komoditas nikel sebagai salah satu primadona dalam rencana strategis nasional untuk periode 2025-2029. Dalam hal ini, Bappepti berharap dapat mempercepat pembentukan regulasi yang diperlukan untuk mendukung perdagangan berjangka nikel di Indonesia, sehingga komoditas ini dapat lebih berperan dalam rantai pasok global.
“Kami sangat berharap agar bisa mempercepat proses ini dan memastikan bahwa Indonesia menjadi pemain utama dalam perdagangan nikel global,” tambahnya.
Dia juga mengingatkan pentingnya kolaborasi antara Bappebti, perusahaan nikel, dan bursa berjangka untuk memastikan keberlanjutan dan keberhasilan pasar nikel domestik.
“Bantu kami, bantu perusahaan nikel untuk mengembangkan ini menjadi lebih maksimal. Tentunya dengan menjaga prinsip-prinsip yang sesuai dengan kaidah lingkungan dan sosial,” tutupnya.
Acara ini diharapkan dapat menghasilkan langkah-langkah konkret yang akan diikuti dengan pertemuan bilateral terbatas antara pihak-pihak terkait, untuk merumuskan strategi lebih lanjut dalam pengembangan pasar nikel berjangka di Indonesia. (Shiddiq/Lili)