NIKEL.CO.ID, BANDUNG — Salah satu pilar utama perekonomian Indonesia adalah sektor minyak dan gas (migas) serta mineral dan batu bara (minerba). Sektor ini berkontribusi besar terhadap penerimaan negara dan pertumbuhan ekonomi, baik hulu (upstream) maupun hilir (downstream). Namun, dengan kebutuhan hilirisasi yang terus meningkat, eksplorasi, serta produksi migas dan minerba di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang perlu segera diatasi untuk memastikan keberlanjutan industri ini.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Ikatan Alumni Geologi ITB (IAGL–ITB), Abdul Bari, melalui siaran pers yang diterima redaksi belum lama ini. Karena itu, katanya menambahkan, IAGL–ITB menyelenggarakan “Seminar dan Sarasehan Nasional IAGL ITB 2024”, di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung, Jawa Barat, Sabtu, 23 November 2024
Berbagai pembicara dari kalangan akademisi, praktisi industri, hingga pembuat kebijakan sebagai narasumber hadir dalam acara bertema “Astacita sebagai tonggak untuk Kedaulatan Energi dan Masa Depan Indonesia”.
“Delapan rekomendasi strategis untuk menghadapi tantangan energi, geopolitik, eksplorasi sumber daya alam, dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) geologi nasional, berhasil dirumuskan,” ungkap Bari.
Ia memaparkan, tantangan eksplorasi dan produksi migas dan minerba di Indonesia kerap terkendala berbagai faktor, termasuk kebijakan yang tumpang-tindih dan belum mendukung masuknya investasi secara optimal, tata kelola yang belum mendorong terciptanya multiplier effect, dan perizinan yang yang panjang seringkali menghambat percepatan eksplorasi dan acapkali tumpang-tindih dengan sektor lain, seperti kehutanan dan perkebunan.
Rekomendasi lainnya untuk eksplorasi dan produksi migas dan minerba adalahb keterbatasan data geologi yang belum terintegrasi dengan baik menyulitkan identifikasi lokasi sumber daya dan cadangan baru, lalu akses wilayah terbatas, yakni banyak potensi sumber daya dan cadangan berada di wilayah terpencil dengan infrastruktur yang minim. Kemudian, sambungnya, soal keamanan dan konflik sosial di beberapa daerah produksi, volatilitas harga komoditas dan kenaikan biaya produksi, dan pengelolaan lingkungan, yakni tekanan global untuk menjalankan operasi yang ramah lingkungan membutuhkan investasi besar dalam teknologi dan praktik keberlanjutan.
Rekomendasi tersebut merupakan salah satu bentuk nyata komitmen IAGL ITB mendukung Pemerintah Indonesia di bawah pemerintahan Prabowo Subianto.
“Kami berharap dapat berperan memberi masukan dan implementasi kebijakan eksplorasi, hingga hilirisasi dengan menghadirkan alumni-alumni terbaik dan pemikiran terbaik untuk NKRI. IAGL – ITB juga akan mendorong peningkatan kapabilitas dan kompetensi para Alumni Geologi ITB, terutama yang muda-muda, untuk mencapai tingkat kemampuan tertinggi dalam pengelolaan sumber daya energi dan minerba untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” katanya.
Ia menegaskan, IAGL – ITB yakin bahwa Asta Cita yang diusung oleh Pemerintahan Prabowo Subianto dapat mewujudkan kedaulatan energi nasional untuk meningkatkan posisi geopolitik Indonesia menjadi lebih unggul melalui sinergi antara pemerintah, akademisi, dan industri yang dilandaskan pada UUD 1945 pasal 33. (Shiddiq)