NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Tahun ini Indonesia kekurangan pasokan bijih nikel. Lonjakan impor bijih nikel dari Filipina ke Indonesia semakin memperkuat indikasi tersebut.
CEO Eramet Indonesia, Jerome Baudelet, mengungkapkan hal itu dalam siaran pers yang diterima redaksi, Kamis (7/11/2024).
Berdasarkan data Statistic Indonesia, Indonesia mengimpor sekitar 7 juta ton bijih nikel dari Filipina dalam sepuluh bulan pertama tahun 2024. Dibandingkan dengan hanya 374.454 ton untuk keseluruhan tahun 2023. Menurut statistik, hampir 60% dari impor tersebut telah dikirim ke pelabuhan Weda Bay.
Meskipun impor masih menyumbang sebagian kecil dari total konsumsi nikel Indonesia, permintaan yang tinggi telah mendorong harga bijih nikel menjadi lebih tinggi daripada harga patokan minimum (HPM) yang ditetapkan Pemerintah Indonesia.
“Kekurangan pasokan bijih nikel ini menciptakan ketegangan pasar di Indonesia, meskipun faktanya pasar nikel global masih kelebihan pasokan produk nikel jadi. Namun, perlu dicatat bahwa kelebihan pasokan ini relatif kecil, diperkirakan sekitar 60.000 ton, setara dengan sekitar satu minggu konsumsi,” tuturnya.
Walaupun demikian, ia menyatakan bahwa dalam sepuluh tahun ke depan, Indonesia akan menjadi produsen nikel terbesar di dunia dengan peningkatan produksi yang signifikan dalam beberapa waktu terakhir.
Pada 2023, menurut data Eramet, Indonesia memasok 55% dari total produksi nikel dunia, sehingga meningkatkan ketergantungan dunia terhadap pasokan nikel Indonesia.
“Kami sangat percaya bahwa Indonesia akan terus menjadi pusat produksi nikel global dalam 10 tahun ke depan. Sebanyak 70% dari produksi nikel global nantinya akan berasal dari Indonesia pada periode tersebut,” kata Jerome saat berbincang kepada media di Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Lebih lanjut, Jerome juga mengungkapkan bahwa produksi Weda Bay Nickel, perusahaan patungan Eramet dengan Tsingshan, juga menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Pada 2024, produksi nikel Weda Bay Nickel akan mencapai 32 juta ton sesuai dengan kuota produksi yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Sementara itu, ramet tetap optimistis terhadap masa depan produksi nikel di Indonesia. Dengan potensi sumber daya yang melimpah di Teluk Weda, usaha patungan Eramet menargetkan peningkatan produksi hingga 60-65 juta ton per tahun dalam jangka menengah.
“Dengan sokongan sumber daya alam yang melimpah dalam jangka waktu lama tersebut, kami berkomitmen untuk menjaga keseimbangan pasokan. Kami tidak ingin memproduksi lebih dari kebutuhan pasar” tegasnya.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya inovasi dan keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam.
“Indonesia merupakan prioritas utama bagi Eramet dalam pengembangan bisnis nikel. Eramet ingin menjadi bagian dari pertumbuhan industri nikel global dan memberikan manfaat positif bagi perekonomian Indonesia. Kami terus berusaha untuk menjalin kemitraan strategis dengan perusahaan-perusahaan, baik dari Eropa maupun Indonesia, untuk mendukung pertumbuhan industri nikel di Indonesia,” pungkasnya. (Aninda)