
NIKEL.CO.ID, JAKARTA- Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bekerjasama dengan World Resources Institute (WRI) Indonesia tengah menjalankan roadmap atau peta jalan dekarbonisasi nikel. Perencanaan tersebut telah berlangsung 6 bulan.
Meski belum betul-betul selesai, dialog telah menuntaskan pembahasan soal emisi dan cara pemenuhan kebutuhan energi dalam penambangan.
Direktur Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan Kementerian PPN/BAPPENAS, Nizhar Marizi, menyampaikan roadmap tersebut ditargetkan rampung pada Februari 2025 ini.
Nizhar menyebutkan, saat ini masih mempertimbangkan mana yang lebih bisa di-switch antara proses produksi dan proses operasi. Karena, menurutnya, kalau proses utamanya tampak lebih sulit jika menggunakan batu bara.
“Dan tidak semuanya EBT ada di semua tempat. dan kalaupun ada, belum reliable seperti batubara itu yang sedang kita lihat tapi mungkin yang dibahas adalah darimana di transisi itu kita pakai gas. Nah, tapi kan kalau gas kita butuh infrastruktur,” ujarnya kepada nikel.co.id, dikutip Kamis (3/10/2024).
Karena itu, lanjutnya, hal tersebut harus dibahas lebih lanjut lagi. “Nah itu yang sedang kita bahas infrastrukturnya gimana, apakah memang perlu ke situ dulu. Tapi kalau dari roadmap kita, sepertinya yang akan lebih mudah disini adalah dari sisi operasinya, dari kendaraan kendaraan beratnya, kemudian sisi operasional gedungnya, itu pakai EBT,” terangnya.
Tapi, ujarnya, kalau untuk proses utama masih menjadi tantangan besar. Bagaimana kita bisa menurunkan penggunaan dan emisi karbon batubara karena bisa juga tetap batubara tetapi karbonnya ditangkap Carbon, Capture, Strorage (CCS), akan tetapi nanti jadi jauh lebih mahal nikelnya.
“Nah itu kita masih proses lah mau yang mana dulu. Itu di roadmap itu baru kelihatan,” tuturnya.
Selain itu, Climate Manager WRI, Egi Suarga, menjelaskan penghitungan baseline emisi karbon dari industri nikel telah tuntas.
Baseline emisi yang bakal diungkap saat peluncuran peta jalan akan digunakan sebagai acuan dalam proses dekarbonisasi. Industri diminta menurunkan emisinya dengan target tertentu untuk bisa dibilang melakukan usaha secara berkelanjutan.
“Selanjutnya, kami sedang melakukan pemetaan potensi pembangkit energi baru terbarukan di kawasan sekitar industri nikel sebagai pengganti sebagian kapasitas PLTU, dan pemetaan potensi biomassa dan gas bumi sebagai pengganti batubara dalam produksi,” tambahnya.
Walaupun potensi energi terbarukan besar, industri menghadapi kesulitan dalam pemanfaatannya.
“Terutama terkait teknologi penyimpanan energi yang masih belum memadai untuk menunjang proses produksi,” jelasnya.
Diketahui, Penyusunan Roadmap atau Peta Jalan Dekarbonisasi Nikel telah dimulai sejak April 2024. Tengah tahun ini, “Dialog Penjaringan Data dan Perspektif Industri” dilakukan WRI Indonesia dan para pihak di Kendari, Sulawesi Tenggara, dan Ternate, Maluku Utara.
Sejauh ini, dialog dengan industri mengungkap tiga kendala dekarbonisasi nikel, yaitu kebutuhan finansial yang menjadikan investiasi sangat krusial, hambatan dalam penyimpanan energi terbarukan, standar dekarbonisasi dan mekanisme insentif.
November 2024, akan ada diskusi publik untuk membahas draft roadmap. Peluncurannya direncanakan pada 2025. Draft roadmap akan jadi masukan Rencana Pembangunan Jangka Menengah nasional (RPJMN) 2025-2029. (Lili Handayani)