
NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Dalam rangka perbaikan dan tata kelola pelayanan yang lebih baik kepada badan usaha mineral, khususnya nikel, Direktorat Jenderal (Ditjen) Mineral dan Batu Bara (Minerba) telah meluncurkan sebuah aplikasi terintegrasi bernama Minerba One.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba, Kementerian ESDM, Tri Winarno, yang mengungkapkan bahwa Minerba memiliki skenario besar pada tahun 2024. Paling tidak pada tahun 2025, sistem pelayanan Minerba akan terintegrasi.
Hal tersebut disampaikan dalam kegiatan Sosialisasi Perbaikan Tata Kelola Pertambangan kepada para badan usaha pertambangan mineral di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan baru-baru ini.
“Mulai dari eksplorasi, data penjualan, hingga reklamasi dan pasca tambang akan dikelola melalui aplikasi Minerba One,” ungkap Tri seperti dikutip dari laman Minerba, Selasa (10/9/2024). Dalam paparannya, ia berharap para badan usaha tersebut dapat berpartisipasi aktif dalam mengaplikasikan sistem integrasi Minerba One sehingga tercipta tata kelola pertambangan yang lebih baik.
“Dengan cadangan sumber daya alam yang ada, Indonesia memiliki mimpi besar bahwa pada tahun 2045, Indonesia akan menjadi salah satu dari Big Five,” paparnya.
Ia berpendapat bahwa penggunaan Minerba One Terintegrasi ini akan mendukung peran kuat para badan usaha dalam melakukan riset dan pengembangan, khususnya pemberdayaan masyarakat.
“Ada salah satu industri pertambangan di luar negeri yang laba bersih perusahaannya digunakan untuk riset dan pengembangan, termasuk di dalamnya pemberdayaan masyarakat. Betapa luar biasanya industri pertambangan itu karena berperan dalam pembangunan. Jadi, tahun 2045 ini bukan mimpi di siang bolong,” ungkapnya.
Selain itu, di tengah sorotan negatif negara asing terhadap beberapa polemik industri nikel yang dinilai kotor, Tri menuturkan bahwa untuk menghadapinya diperlukan komitmen nyata dari badan usaha tambang untuk wajib melaksanakan reklamasi dan menempatkan jaminan reklamasi pada pemerintah.
“Reklamasi betul-betul menjadi poin penting dan di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2020 jelas-jelas diatur mulai dari kewajiban reklamasi hingga dikenakan sanksi berupa pidana dan denda hingga 100 miliar rupiah,” tuturnya.
“Dalam hal ini, pertama secara regulasi sudah diatur, dan kedua negara-negara lain tidak ada kesempatan untuk mengkritisi industri pertambangan kita,” sambungnya dengan tegas.
Oleh karena itu, ia menghimbau kepada semua badan usaha pertambangan mineral agar memahami, menerima, dan melaksanakan seluruh aturan yang ada.
“Sepanjang kita semua sadar dan memperhatikan aturan yang ada, tidak akan ada masalah, karena tujuan kita adalah taat pada aturan yang berlaku,” ungkapnya.
Sementara itu, hadir dalam kegiatan sosialisasi tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, Hendro Dewanto. Dia menyampaikan bahwa aturan yang disebut regulasi harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar karena adanya aturan pasti diiringi dengan pengawasan dan penindakan melalui penegakan hukum.
“Penegakan regulasi tidak lain bertujuan untuk mendorong adanya perbaikan-perbaikan dalam mewujudkan tata kelola pertambangan dan meminimalisir adanya konflik kepentingan,” jelas Hendro dalam kesempatan yang sama.
Hadir pula Kepala Seksi Penyidikan Kejati Sultra, Rizky Rahmatullah, yang menyampaikan bahwa selain kepatuhan badan usaha terhadap regulasi, diperlukan juga standar operasional prosedur sebagai pedoman pelaksanaan usaha.
“Perlunya pembuatan dan pelaksanaan secara tegas Standar Operasional Prosedur Baku Pelayanan serta penunjukan pejabat pengawas sebagaimana amanat Pasal 141 UU Nomor 3 Tahun 2020,” pungkas Rizky. (Shiddiq)