
NIKEL.CO.ID, BOGOR – Hilirisasi industri baterai di Indonesia dinilai masih tahap awal, Mmeski sejumlah perusahaan swasta telah melakukan langkah-langkah signifikan.
Hak itu diungkapkan Department Head of Corporate Planning Mind Id, Aditya Farhan Arif, dalam Mineral Science Talk Show dengan tema “Riset dan Inovasi Peningkatan Nilai Tambah Menuju Hilirisasi Mineral Kritis”, pada Harteknas and Inari Expo 2024, di ICC Building Cibinong Science Center, KST Soekarno Cibinong, Bogor, Sabtu (10/8/2024).
Beberapa perusahaan swasta telah melangkah dengan, misalnya, pembangunan pabrik baterai di Karawang dan produksi baterai oleh Batex untuk Volta, Aditya menegaskan bahwa Mind Id, melalui Indonesia Battery Corporation (IBC), baru memasuki tahap midstream.
“Definisi hilirisasi yang kita diskusikan, yang benar-benar sedang dibangun BUMN, masih berada di midstream. Namun, secara rencana, melalui IBC, kita sudah merancang untuk mencapai hilir penuh, termasuk produksi bahan kimia, seperti nikel sulfat yang digunakan dalam baterai,” paparnya.
Ia juga menyoroti perbedaan pendekatan antara BUMN dan perusahaan swasta. Perusahaan swasta cenderung langsung masuk ke tahap hilir karena kebutuhan spesifiknya.
“Contohnya, Hyundai yang memiliki manufaktur mobil, langsung membangun pabrik baterai untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Mereka bergerak dari hilir terlebih dahulu, kemudian maju ke depan. Sementara kami, sebagai BUMN, bergerak dari hulu menuju hilir,” katanya.
Dalam sesi doorstop, Nikel.co.id bertanya apakah IBC sudah mampu memproduksi baterai sendiri seperti perusahaan swasta. Ia menjawab bahwa IBC masih dalam tahap persiapan untuk mencapai kemampuan tersebut.
“Saat ini, IBC baru saja mengakuisisi Gesit dan dalam lima tahun ke depan akan mulai menjalankan bisnis baterai, termasuk penyewaan baterai melalui konsep battery as a service, serta pengembangan energy storage system. Ini semua merupakan bagian dari strategi kami untuk bertemu di tengah-tengah dengan pemain swasta lainnya,” ujarnya.
IBC, katanya menambahkan, akan menjadi kendaraan utama untuk pengembangan hilirisasi di sektor baterai. Dalam rencana Jjangka panjang (RJP) yang telah disusun, hingga 2029, IBC diharapkan sudah mampu memproduksi bahan kimia yang digunakan dalam baterai, seperti nikel sulfat.
Meskipun Mind Id dan IBC masih dalam tahap midstream, ia optimistis dengan strategi yang sudah disusun, Indonesia akan mampu mengembangkan industri baterai nasional yang kuat, dari hulu hingga hilir.
“Kami berharap, dengan adanya sinergi antara BUMN dan sektor swasta, Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam industri baterai global. Kami sedang bekerja keras untuk memastikan bahwa pada 2029, IBC sudah berada di posisi yang kuat dalam rantai nilai industri baterai,” ujarnya.
Melalui strategi ini, tambahnya, Mind Id dan IBC berkomitmen untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan industri dalam negeri, tetapi juga berkontribusi secara signifikan pada pasar global, menjadikan Indonesia sebagai pusat industri baterai yang berdaya saing tinggi. (Aninda)