NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Kebijakan hilirisasi nikel Indonesia seringkali menjadi tantangan bagi negara-negara asing. Indonesia menghadapi beberapa hambatan terkait kebijakan luar negeri yang menyangkut nikel, terutama dari Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Salah satu contohnya adalah ketika Uni Eropa menggugat Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas kebijakan larangan ekspor bijih nikel.
Uni Eropa menilai kebijakan ini merugikan mereka dan melanggar aturan perdagangan internasional. Selain itu, Amerika Serikat juga tidak memasukkan nikel Indonesia ke dalam Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA), dengan alasan nikel Indonesia dianggap tidak ramah lingkungan karena banyaknya smelter yang dibangun oleh perusahaan China.
Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, menegaskan bahwa Indonesia akan melawan gugatan tersebut di WTO.
“Bahwa seperti Eropa kita (digugat ke) WTO, silakan, kita lawan. Dia kaget juga kita lawan,” tegasnya dalam acara MINDialogue CNBC Indonesia di Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Ia juga menjelaskan bahwa Indonesia perlu mendapatkan nilai tambah dari hilirisasi untuk mendukung program-program pemerintah dalam mengurangi kemiskinan dan stunting.
“Kita kan membantu kemiskinan, poverty, stunting, that’s our program. How do you do it kalau kita nggak dapat nilai tambah dari sini. Jadi sebenarnya Indonesia, we are on the right track,” ujarnya.
Uni Eropa yang sebelumnya bersikap keras terhadap kebijakan Indonesia, kini mulai membuka diri untuk berdiskusi mengenai gugatan tersebut. Luhut menyebut bahwa timnya sudah berbicara dengan perwakilan Uni Eropa dan peluang untuk mencapai kesepakatan kini lebih baik.
“Mereka sekarang sudah mau bicara dengan kita dan peluangnya mungkin sudah makin bagus. Tidak seperti kemarin dia kerasnya karena dia tahu kita. It is a matter of survival. Kita akan lawan,” ungkapnya.
Selain itu, Luhut mengungkapkan bahwa Uni Eropa meminta Indonesia untuk tidak melarang ekspor produk turunan nikel seperti precursor katoda. Namun, Indonesia hanya melarang ekspor bijih nikel saja, dengan tujuan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi dari proses hilirisasi.
“Yang kita mau tuh adalah waktu dari nikel menjadi nickel ore karena di situ nilai tambah yang paling tinggi,” katanya.
Sejak Januari 2020, Indonesia telah melarang ekspor bijih nikel sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019. Kebijakan ini sempat digugat oleh Uni Eropa di WTO dan pada November 2022, Indonesia kalah dalam gugatan tersebut. Namun, Indonesia tidak tinggal diam dan telah mengajukan banding resmi pada Desember 2022.
Jenderal bintang empat ini juga menekankan pentingnya peran Indonesia dalam industri nikel global, mengingat Indonesia menguasai 70% cadangan nikel ore dunia.
Hal ini membuat negara besar seperti Amerika Serikat sulit mengembangkan industri kendaraan listrik tanpa kerja sama dengan Indonesia.
“Impossible tanpa Indonesia karena Indonesia kontrol 70 persen nikel ore dunia,” ungkapnya.
Dengan sikap tegas dan strategi diplomasi yang aktif, Indonesia berharap dapat menyelesaikan sengketa ini dengan cara yang menguntungkan kedua belah pihak, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan global. (Aninda)