Beranda Berita Nasional PP 25/2024 Dinilai Produk Kolonial, Kurtubi Minta Presiden Mencabutnya

PP 25/2024 Dinilai Produk Kolonial, Kurtubi Minta Presiden Mencabutnya

1675
0
Pengamat Sektor Minerba Kurtubi

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Sektor Mineral dan Batu Bara (Minerba), Kurtubi, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang baru yang mengizinkan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Keagamaan mengelola tambang. Karena dinilai merupakan produk kolonial Belanda yang merugikan bangsa dan negara.

Hal itu dia sampaikan dalam acara Kabar Petang TVOne pada Senin, 3 Juni 2024 kemarin, dengan mengambil tema “Pengamat Sektor Energi Soroti Kebijakan Ormas Keagamaan Urus Tambang”. Dia menengarai keikutsertaan Ormas Keagamaan mengurus tambang nanti akan dipengaruhi oleh mafia tambang maupun investor.

“Sebaiknya Izin Usaha Pertambangan (IUP) ditunda dulu dan yang paling urgent adalah kita minta Presiden RI mengeluarkan peraturan pengganti undang-undang (Perpu), mencabut UU yang mengatur sumber daya alam (SDA) mineral dan batu bara (Minerba) maupun minyak dan gas (Migas) yang masih menggunakan sistem zaman kolonial Belanda. Karena sistem kolonial ini sudah terbukti merugikan negara dan rakyat. Dengan sistem ini, perolehan keuntungan itu lebih besar diterima oleh investornya daripada negara,” ungkap Kurtubi sebagaimana dikutip dari TVOne, Selasa (4/6/2024).

PP 25/2024 merupakan perubahan atas peraturan pemerintah nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Menurutnya, PP ini harus diganti dengan Perpu dan melalui Perpu ini, presiden mencabut UU yang mengatur SDA, Minerba dan Migas untuk mengatur sehingga sesuai dengan kontitusi negara dalam Pasal 33 UUD 1945.

“Tidak lagi menggunakan sistem IUP dan kontrak karya, kembali ke kontitusi Pasal 33 UUD 1945 adalah negara yang membentuk perusahaan negara lalu semua investor itu,” ujarnya.

Hal ini termasuk Ormas Keagamaan misalnya, Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah mempunyai PT (Perusahaan) lalu berkontrak dengan perusahaan minyak nasional yang dibentuk dengan UU. Jadi, pemerintah harus lebih dulu mencabut UU Minerba dan setelah itu selesai dan silahkan untuk melanjutkan usaha bisnis kembali.

“Karena ini terbukti melanggar konstitusi dan UU dan UU Minerba ini adalah UU produk kolonial, bukan Pasal 33 UUD 1945, itu salah,” urai dia.

Pencabutan UU tentang peraturan SDA, Migas dan Minerba yang bertentangan dengan kontitusi melalui Perpu ini untuk mengembalikan kepada tujuan utama  bangsa dan negara dalam pengelolaan SDA, pembentukan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan insvestasi.

“Lalu semua investor dari manapun melakukan kontrak dengan perusahaan negara agar diberikan kemudahan kepada semua investor tersebut. Dan, keuntungan negara sebesar 65% dan pada saat harga produk tambang ini naik maka 85% keuntungan untuk negara dan 15% untuk investor,” pungkasnya.

Menyikapi saran Kurtubi, Wakil Ketua Umum (waketum) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, terhadap penghapusan UU Minerba dan dikembalikan kepada Pasal 33 UUD 1945 kembali, dia menilai bahwa saat ini negara bukan dikendalikan oleh pemerintah tetapi oleh oligarki.

“Kalau dahulu di zaman Presiden Soeharto, para konglomerat itu dikendalikan oleh Soeharto sebagai Presiden dan Kepala Negara. Tetapi setelah reformasi para pemimpin itu dikendalikan oleh para kapital. Oleh karena itu, bagi saya di negeri ini, sistem ekonomi yang terjadi dan berlangsung itu bukan lagi sistem ekonomi kontitusi, bukan lagi sistem Ekonomi Pancasila tetapi Ekonomi Liberalisme, Kapitalisme,” ungkap Anwar masih dalam acara yang sama.

Menurutnya, akhirnya yang menjadi penentu di negara Indonesia adalah para kapitalis karena setengah dari kekayaan negara dikuasai oleh mereka.

“Menurut saya, ini sangat-sangat tidak sesuai dengan kontitusi kita,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia menyatakan saran dari Kurtubi itu sebenarnya disini, dalam sebuah pasal UUD 1945 yang berisikan amanah bahwasanya untuk mengimplementasikan Pasal 33 ini harus diatur didalam UU. “Jadi harus ada UU tentang sistem ekonomi nasional,” katanya.

Anwar memaparkan, sebagaimana yang dikatakan Kurtubi itu, UU Minerba Indonesia masih menggunakan produk Kolonial Belanda sehingga hanya menghasilkan kerugian bagi bangsa dan negara bukan keuntungan dan kemakmuran seperti yang diharapkan.

“Kalau begitu, mari kita benahi secara bersama-sama dan langkah yang ditempuh oleh Presiden Jokowi dalam perkara ini, saya rasa agar sumber daya ini dapat digunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat,” paparnya. (Shiddiq)