
NIKEL.CO.ID, JAKARTA- Sumber cadangan nikel di Indonesia digadang-gadang menjadi sumber terbesar di dunia. Hal ini membuat negara lain mempertimbangkan Indonesia dalam industri nikel di kancah global dan bergabung ke sebuah organisasi International Nickel Study Group (INSG).
Pemerintah dalam hal ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan bahwa cadangan nikel di Indonesia hanya tersisa 15 hingga 20 tahun lamanya.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid menerangkan jika Indonesia tidak ‘action‘ atau melakukan tindakan untuk menambah ataupun mengkonversi sumber daya yang ada menjadi cadangan tentu lifetime daripada smelter yang menyerap seluruh produksi nikel tersebut tentu akan pendek.
“Tidak akan ada keberlanjutan. Oleh karena itu ya, yang tadi, yaitu hubungan dengan eksplorasi lanjut yang harus dilakukan. Saya kira itu yang menjadi bagian dari kontinuitas ataupun keberlanjutan dari smelter sebagai kebijakan hilirisasi yang sudah memang merupakan kebijakan penting di Indonesia,” ujar Wafid dikutip melalui Closing Bell, CNBC Indonesia, Selasa (4/6/2024).
Wafid menjelaskan, bahwa ada dua hal yang menjadi concern pemerintah untuk menggandeng pihak swasta dalam mengeksplorasi cadangan nikel. Karena, menurutnya eksplorasi membutuhkan biaya yang cukup besar.
“Dan itu kalau menyedot APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), akan menyedot APBN yang besar, oleh karena itu, kita sebagai pemerintah juga ikut memfasilitasi bagaimana peran BUMN (badan usaha milik negara) peran BUMD (badan usaha milik daerah) dan juga badan usaha swasta untuk melakukan kegiatan eksplorasi tersebut,” terangnya.
Ia mengatakan bahwa pemerintah melalui badan geologi memberikan saru referensi diliniasi, lokasi-lokasi mana saja yang menjadi objek dari eksplorasi.
“Nah itu disampaikan kemudian secara inisiatif pemerintah. Sedangkan ada dua hal, satu inisiatif pemerintah yang kedua adalah usulan dari badan usaha BUMN dan BUMD untuk melakukan satu wilayah penugasan yang dilakuakn untuk memperkaya dari data-data suatu wilayah,” tambahnya.
“Jadi itu yang diatur di dalam regulasi melalui peraturan menteri ESDM maupun melalui keputusan menteri ESDM terkait dengan ekplorasi,” tuturnya. (Lili Handayani)