NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Harga nikel dunia sejak April 2024 naik hampir menembus angka US$20.000 atau sebesar US$19.326 (Rp314.047.500/kurs US$1=Rp16.250) dari data London Metal Exchange (LME) per Jumat (19/4/2024).
Kenaikan harga nikel dunia ini ternyata juga berdampak positif bagi perusahaan tambang nikel, salah satunya adalah perusahaan tambang nikel terintegrasi Harita Nickel dengan meraih laba kotor sebesar Rp,16 triliun. Tim Media Nikel Indonesia (MNI) mencoba mengulik hal ini dari Harita Nickel.
Head of Investor Relations Harita Nickel, Lukito Ghozali, mengatakan, pengaruh dari kenaikan harga nikel terhadap Harita Nickel, telah memberikan keuntungan dari hasil laba kotor dan bersih. Dikarenakan nikel adalah salah satu produk komoditas yang harganya cukup berfluktuasi dari waktu ke waktu.
“Harga nikel juga sangat dipengaruhi oleh faktor supply dan demand serta jumlah stok yang terdapat di pasar dunia,” kata Lukito kepada MNI, Senin 96/5/2024).
Menurutnya, selain harga nikel, hal lain yang bisa menentukan perusahaan untung atau rugi adalah biaya produksi. “Beberapa faktor yang menentukan biaya produksi adalah harga bahan baku bijih nikel dan bahan pendukung (sulphur), biaya tenaga kerja dan biaya energy (energy cost),” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menuturkan, oleh karena beberapa hal diatas, dirinya tidak bisa menyampaikan secara spesifik mengenai pengaruh dari kenaikan harga nikel untuk Harita Nickel.
“Yang dapat kami sampaikan, sebagai perusahaan nikel terintegrasi berkelanjutan (tambang, smelter dan refinery), kami tetap fokus untuk terus meningkatkan efisiensi dalam operasional dan memastikan project yang tengah berjalan dan prospektif bisa selesai sesuai jadwal, seperti penyelesaian proyek fasilitas refinery Obi Nickel Cobalt (ONC) yang diharapkan mulai beroperasi di bulan April 2024,” tuturnya.
Lalu seberapa besar laba keuntungan yang diraih Harita Nickel, Lukito memaparkan, laba kotor Harita Nickel kuartal 1 tahun 2024 adalah sebesar Rp1,6 triliun, sedangkan laba bersih sebesar Rp1 triliun. Harita Nickel akan terus fokus kepada pengembangan sumber daya manusia dan praktik operasional yang berkelanjutan untuk mendukung pertumbuhan jangka panjang.
“Kami yakin bahwa dengan pendekatan ini, Harita Nickel tidak hanya dapat menangkap peluang di dalam kondisi pasar yang menantang saat ini, tetapi juga memposisikan diri sebagai pemain kunci dalam industri nikel global di masa yang akan datang,” paparnya.
Dia juga menjelaskan, terkait kenaikan harga nikel ini akan bertahan lama atau singkat, ia tidak bisa menyampaikan secara tegas perihal itu. Namun Lukito berharap kenaikan harga nikel ini kalau bisa berlangsung lebih lama.
“Dengan tingginya kebutuhan akan produk FeNi dan MHP di masa yang akan datang, kami tentu terus berharap agar harga FeNi maupun MHP dapat terus membaik ke depannya,” jelasnya.
Sementara, Wakil Ketua Bidang Kajian Strategis Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Ardhi Ishak, sebagaimana dikutip CNBC Indonesia, pada Senin (29/4/2024), menilai tidak semua negara memiliki bahan tambang nikel sehingga ketika terjadi konflik geopolitik, yakni perang antara Rusia dan Ukraina maka perdagangan antara satu negara dengan negara lainnya akan terganggu. Begitupun dengan transportasi maupun logistik akan ikut terganggu.
“Hal ini akan berdampak kepada harga. Supply and demand tentu akan terus berjalan tetapi karena logistik, transportasi terganggu, perdagangan antar negara terganggu supply chain (rantai pasok) pasar global) terganggu,” kata Ardhi.
Dia melanjutkan, sehingga hal ini akan memicu kenaikan harga komoditas. Seperti diketahui baru-baru ini situasi di kawasan Timur Tengah memanas, situasi ini tentu akan berdampak pula kepada harga komoditas lain.
“Ini kita lihat dari emas juga sudah naik sampai mencapai level US$2000 per oz. Kemudian minyak, gas bumi juga berangsur-angsur naik sehingga tidak heran komoditas seperti nikel juga ikut terimbas oleh hal ini,”lanjutnya.
Sementara, Komisaris PT Ifishdeco Tbk, Ryan Fong Jaya, mengatakan, Indonesia adalah produsen nikel nomor satu dunia dan menguasai 3% dari pasar pemurnian nikel global. Banyak permintaan dan penawaran harga pasar nikel terhadap Indonesia, bahkan salah satu yang mempengaruhi kenaikan harga nikel adalah perubahan kebijakan kuota Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) oleh pemerintah dari satu tahun menjadi tiga tahun.
“Namun dengan perubahan kebijakan ini dan mengubah beberapa persyaratan sehingga lebih ketat dalam hal dokumen dan bagian dari proses ini juga memungkinkan kepatuhan yang lebih baik terhadap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memeriksa perusahaan tambang yang mengajukan kuota RKAB yang sudah memenuhi persyaratan mereka, dalam hal nikel atau di pasar karena kami melihat banyak dokumen sebenarnya yang masih tertahan di ESDM,” kata Ryan.
Akan tetapi, menurutnya, untuk Ifishdeco Tbk telah menambahkan kuota pada bulan Februari 2024 sehingga perusahaan sudah memulai produksi dan penjualan.
“Kami mulai melihat bahwa di pasar domestik dengan pelanggan dan para pembeli menghadapi kekurangan stok, mereka akhirnya mengarah pada produksi yang lebih rendah untuk produk olahan dan saya pikir ini bisa menjadi salah satu faktornya,” ujarnya.
Selain itu, dia menjelaskan, kenaikan harga nikel juga didorong oleh perang Rusia dan Ukraina yang mengakibatkan Amerika Serikat memberikan sanksi larangan pembelian logam utama dunia dari Rusia sehingga banyak perusahaan nikel Rusia menjual nikelnya ke China.
Namun larangan itu menyebabkan berkurangnya pasokan nikel dunia sebesar 3% yang berarti ada kekurangan karena Rusia merupakan pemasok 3% nikel global selama ini.
“Jadi ini adalah dua faktor saat ini. Itu yang mendorong harga sedikit lebih tinggi dari yang diharapkan,” jelasnya. (Shiddiq)