NIKEL.CO.ID, KOREA SELATAN–Sekretaris Umum (Sekum) Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) kemarin bertolak ke Korea Selatan untuk menghadiri dan menjadi pembicara pada acara Global Battery Minerals Seminar and Expo 2024.
Seperti tahun lalu, APNI juga hadir dalam acara yang sama. APNI diundang oleh Korea Mineral Resources, Korea Mine Rehabilitation and Mineral Resources Corp (Komir), perusahaan BUMN Korea Selatan yang membawahi bidang mineral.
Dalam kesempatan tersebut, Meidy menjelaskan kondisi nikel di Indonesia, kapasitas produksi, regulasi nikel, dan lain-lain.
“Terima kasih atas kesempatannya. Saya yakin hadirin di sini penasaran dengan kondisi nikel di Indonesia,” ujar Meidy mengawali presentasi acara tersebut.
Di Indonesia, sedang hangat diperbincangkan harga nikel yang sedang turun. Meidy menjelaskan bahwa itu adalah imbas oversupply yang terjadi beberapa waktu belakangan ini.
“Di Indonesia, harga nikel sedang turun. Tidak seperti dua atau tiga tahun lalu ketika Indonesia seperti tertimpa durian runtuh”, lanjut perempuan kelahiran 21 April ini.
Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah agar mengkaji kebijakan moratorium nikel untuk pabrik pirometalurgi yang menghasilkan produk feronikel, nickel matte, dan nickel pig iron (NPI).
Adapun soal regulasi, Meidy menyampaikan, APNI telah sukses mengubah peraturan pengajuan Rencana Kerja dan Biaya Anggaran Tahunan (RKAB) dari yang hanya satu tahun menjadi tiga tahun.
“Bisa dibilang kita sangat sukses. Regulasi pengajuan RKAB berhasil kita tingkatkan jangka waktunya,” katanya.
Selain itu, Meidy menyampaikan pencapaian APNI yang lainnya, yakni pembuatan Harga Patokan Mineral (HPM) dan Indonesia Nickel Price Index (INPI). (Aninda)
