Beranda Berita Nasional APNI di FGD Kemenlu RI,Perusahaan Kanada Kerja Sama Produksi HPAL

APNI di FGD Kemenlu RI,Perusahaan Kanada Kerja Sama Produksi HPAL

3277
0
Sekum APNI Meidy Katrin Lengkey saat menyampaikan masukan dan saran ke di FGD Kemenlu RI, Rabu, (13/12/2023). Dokumen APNI/MNI Foto by: Kenisa Monoarfa.

NIKEL.CO.ID, JAKARTA – Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (Sekum APNI), Meidy Katrin Lengkey, menyampaikan, masukan kepada Kementerian Luar Negeri RI (Kemenlu) bahwa dua perusahaan Kanada, Amerika Serikat melakukan kerja sama dengan PT Tama anak usaha PT Astra untuk membangun pabrik HPAL di Indonesia tahun depan.

“Mudah-mudahan tahun depan sudah deal yang bisa kami sampaikan (dua  perusahaan) untuk yang perusahaan lain, kita akan update tahun depan,” kata Meidy dalam acara Forum Grup Diskusi (FGD) Kemenlu RI dengan tema  Grand Design Diplomacy Economy (GDDE) untuk menerima masukan, saran dan kritik sebagai rumusan Road Map Diplomasi Ekonomi Indonesia kedepan pada Rabu, (13/12/2023).

Menurutnya, kalau dari perusahaan Kanada selain PT Vale sudah ada perusahaan pertambangan nikel  lain di sektor dowsntream (hilir) dan yang juga sedang bekerja sama dengan Perusahaan asal Inggris, Atalium yang fokus menangani untuk recycling. Sedangkan di Indonesia  saat ini belum ada produk untuk dilakukan recycling sehingga perusahaan itu melakukan kerja sama untuk memproduksi HPAL di Indonesia .

“Saat ini mereka juga ingin sekali bekerja sama dengan PT Pama yang baru saja mengakuisisi beberapa nikel konsesi di Indonesia. Karena Pama merupakan anak Perusahaan Astra yang memang membutuhkan bahan baku row material untuk Electric Vehicle-nya  kedepan,” ujarnya.

Dia menjelaskan, untuk lokasi penambangan perusahaan asal Kanada bersama PT Tama sudah mereka tentukan lokasi pembangunan pabrik HPAL. Namun mereka masih menambahkan beberapa titik lokasi untuk memenuhi jumlah cadangan yang dibutuhkan.

“Untuk pembangunan pabrik pengolahan HPAL atau hidrometalurgi untuk bahan baku baterai,” jelasnya.

Selain itu, ia menuturkan, diluar perusahaan Kanada yang sudah deal melakukan kerja sama juga ada tiga perusahaan yang masih bernegosiasi. Perusahaan-perusahaan itu ingin berinvestasi di Indonesia melalui pabrik pengolahan.

“Karena mereka tahu bagaimana bekerja sama dengan tambang yang memang tanda kutip, ribet dan yang namanya lokal, jadi semaunya mereka, langsung masuk downstream. Tapi harus mendapat backup dari perusahaan tambang yang cadangannya cukup memadai untuk mencover pabrik yang akan mereka bangun, hidrometalurgi bukan pirometalurgi,” tuturnya. (Shiddiq)