NIKEL.CO.ID, 25 AGUSTUS 2023 – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, meminta pemerintah segera membuat kebijakan Pelarangan Ekspor Nikel Pig Iron (NPI) dan Fero Nikel (FeNi) dan melakukan evaluasi program hilirisasi.
“Ekspor hanya boleh untuk produk nikel dengan kandungan nikel lebih besar dari 80 persen,” kata Mulyanto dikutip laman DPR, Kamis (25/8/2023).
Menurutnya, dari hasil perhitungan para ahli yang ia dapatkan mengatakan bahwa cadangan nikel nasional saat ini tinggal tujuh tahun lagi.
Oleh karena itu, dia mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi program hilirisasi nikel yang telah berjalan hampir empat tahun terakhit.
“Model hilirisasi yang berlaku saat ini membuat negara merugi. Sementara Sumber Daya Alam (SDA) yang ada terancam ludes dan lingkungan rusak,” ujarnya.
Mulyanto mengungkap, nikel sebagai Sumber Daya Alam (SDA) strategis dan kritis sudah seharusnya diperlakukan secara khusus.
“Masak yang kita ekspor berupa NPI dan Fero Nikel, yang kandungan nikelnya hanya sekitar 4-10 persen. Ini kan produk setengah jadi dengan nilai tambah rendah,” ungkapnya.
Dia melanjutkan, terlebih lagi ekspor produk NPI dan FeNi tanpa dikenakan bea ekspor dan dijamin dengan harga bijih nikel input yang murah, sehingga hampir setengah dari harga internasional.
Belum lagi diberikan tax holiday PPH badan, kemudahan mempekerjakan TKA (tenaga kerja asing), dan berbagai kemudahan lainnya.
“Saya setuju pembangunan smelter kelas satu yang menghasilkan NPI dan Fero Nikel distop agar kita bisa eman-eman cadangan nikel kita,” lanjutnya.
Mulyanto memaparkan, Komisi Vll DPR RI akan mendorong pembangunan smelter kelas II, yang menghasilkan produk hilirisasi kelas II, kelas III dan seterusnya.
“Seperti stainless steel, nikel matte dan mixed hydroxide precipitate (MHP), baterai dan lain-lain, yang bernilai tambah tinggi dan memiliki efek ganda yang lebih tinggi bagi perekonomian nasional,” paparnya.
Sehingga, dia meminta kepada pemerintah untuk fokus pada pengembangan pengelolaan SDA ke depan yaitu sektor industrialisasi nikel, bukan hanya sekedar hilirisasi nikel.
“Program ini untuk mewujudkan masyarakat Indonesia sejahtera melalui nilai tambah pengolahan SDA nasional yang sesuai dengan amanat konstitusi,” jelasnya.
Selain itu, Mulyanto setuju dengan usulan anggota Komisi Vll DPR RI lainnya agar pemerintah segera melakukan moratorium smelter nikel kelas satu atau RKEF.
Staf Khusus Menteri ESDM, Irwandy Arif, mengatakannya rencana moratorium smelter nikel masih dalam bentuk imbauan oleh Menteri ESDM. Menurutnya imbauan itu mempertimbangkan konsumsi bijih nikel kadar tinggi atau saprolite yang semakin hari semakin meningkat.
“Belum (moratorium), baru imbauan dari Pak Menteri (Arifin Tasrif) karena memang konsumsi bijih saprolite luar biasa. Ini yang harus kita perhatikan. Tapi yang sudah disetujui tetap jalan, terutama yang masih dalam proyek strategis nasional,” kata Irwandy seperti dikutip sindonews.com.
Dia mengungkap, moratorium ini mencuat kembali seiring menipis cadangan nikel, terutama saprolite yang menurut Kementerian ESDM paling lama 15 tahun kedepan akan habis.
“Kita tetap itu harus dibatasi. Jadi baru imbauan, kira-kira kita hitung-hitung kasarnya 10 – 15 tahun. Ini sangat dinamis tergantung kegiatan k8, penemu6 cadangan baru, pemanfaatan limonit selain saprolite,” ungkapnya. (Shiddiq)