Beranda Berita Nasional IBC Dorong Integrasi Rantai Pasok untuk Perkuat Daya Saing Baterai NMC Nasional

IBC Dorong Integrasi Rantai Pasok untuk Perkuat Daya Saing Baterai NMC Nasional

137
0
Ilustrasi pentingnya integrasi rantai pasok (Foto: Istimewa)

NIKEL.CO.ID, JAKARTAIndonesia Battery Corporation (IBC) memaparkan perkembangan pembangunan ekosistem baterai terintegrasi nasional yang saat ini tengah berjalan melalui sejumlah proyek strategis. Korporasi ini menekankan pentingnya integrasi rantai pasok dan dukungan insentif tambahan guna memperkuat daya saing baterai berbasis nikel, khususnya nickel manganese cobalt (NMC).

“Kalau bicara ekosistem baterai, di IBC sebenarnya lebih ke proyek rantai industri. Ini adalah proses untuk menyelaraskan dan mengoordinasikan semua pihak dan aktivitas yang terlibat dalam proses industri,” kata Vice President, SEO, dan Management IBC, Heriyono, di Jakarta, Senin (24/11/2025).

Menurut Heriyono, ekosistem tersebut diwujudkan melalui Proyek Dragon yang terdiri atas enam global value (GV). Untuk GV 1 hingga GV 3, koordinasi berada di bawah PT Antam dengan melibatkan nickel mining, RKEF, dan HPAL. Sementara GV 4, 5, dan 6 menjadi domain Antam yang bekerja sama dengan CATL melalui anak usahanya, CDL.

“Di GV 4, kami sedang membangun fasilitas baterai material yang akan berlokasi di Kenihantim, anak usaha Antam. Badan usahanya baru terbentuk dan insyaallah akan segera dibangun,” paparnya.

https://events.minviro.com/decarbonisation-workshop-apac-2025?hs_preview=GJvcVbTU-272478457024

Adapun GV 5 merupakan proyek manufaktur baterai yang telah melakukan groundbreaking pada Juni lalu dan ditargetkan mulai produksi pada semester I tahun depan. Sementara itu, untuk baterai daur ulang atau recycling yang masuk dalam GV 6, IBC menyebutkan masih memerlukan waktu lebih panjang.

“GV 5 ini sudah groundbreaking dan ditargetkan COD tahap pertama pada semester satu tahun depan. Lalu, GV 6, tahapannya memang masih jauh dan kemungkinan baru akan beroperasi sekitar 2031,” ujarnya.

IBC juga menyoroti potensi besar Indonesia dalam rantai pasok baterai global berdasarkan kajian bersama International Finance Corporation (IFC) dari World Bank dan sejumlah lembaga riset, Indonesia dinilai unggul dari sisi biaya tenaga kerja dan energi.

“Upah manufaktur di Indonesia lebih rendah dibandingkan China dan Australia, begitu juga biaya listrik yang sangat kompetitif. Ini membuat biaya industri baterai menjadi lebih efisien secara ekonomi,” ungkapnya.

https://event.cnfeol.com/en/event/339

Selain itu, akses teknologi dari mitra China, seperti CATL dan Brunp Recycling, dinilai turut mempercepat pembangunan ekosistem baterai terintegrasi. Selain itu, IBC juga turut mendorong agar insentif tidak hanya diberikan kepada pabrikan kendaraan listrik, tetapi juga kepada produsen baterai dan fasilitas pemurnian nikel.

“Kami melihat investasi besar dari perusahaan-perusahaan tersebut sangat mendukung pembangunan ekosistem baterai terintegrasi di Indonesia. Lalu, insentif seharusnya diberikan dari hulu hingga hilir, termasuk untuk smelter yang memproduksi bahan baku NMC, misalnya dalam bentuk diskon royalti atau keringanan iuran produksi,” jelasnya.

Terkait kebijakan impor, IBC berharap pemerintah tidak memperpanjang insentif untuk mobil CBU. IBC menegaskan, dengan sinkronisasi kebijakan, penguatan insentif, serta pemanfaatan nikel dalam negeri secara optimal, Indonesia berpeluang menjadi pemain utama dalam rantai pasok baterai global berbasis nikel.

“Kalau insentif CBU diperpanjang, itu bisa menggerus industri baterai dalam negeri yang sedang kita bangun,” pungkasnya. (Uyun)